EmitenNews - Di dalam negeri detektor virus corona bernama GeNose sempat diragukan efektifitasnya. Tapi saat ini dua negara, yakni Singapura dan Uni Emirat Arab, justru mengikuti langkah para peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan alat pendeteksi corona lewat hembusan nafas.
Seperti diberitakan Khaleejtimes, jurusan Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Mohammed Bin Rashid University (MBRU), Otoritas Kesehatan Dubai (DHA) dan Breathonix Pte Ltd saat ini sedang melakukan uji klinis bersama untuk menguji keakuratan peralatan serupa GeNose. Uji coba klinis dilakukan di Dubai menggunakan alat yang dikembangkan Breathonix, sebuah perusahaan rintisan asal Singapura.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan di pusat perawatan kesehatan dasar Nadd Al Hamar terhadap 2.500 pasien, tes memberikan hasil dalam 60 detik.
Mirip dengan GeNose, untuk mendeteksi ada tidaknya virus orang diminta meniup corong sekali pakai yang terhubung ke alat pengambil napas presisi tinggi. Nafas yang dihembuskan dikumpulkan ke dalam pengambil sampel dan dimasukkan ke dalam spektrometer massa mutakhir untuk dilakukan pengukuran. Selanjutnya perangkat lunak menganalisis profil senyawa organik yang mudah menguap (VOC).
“Keseluruhan proses pengambilan nafas hingga diagnosa membutuhkan waktu kurang dari satu menit,” klaim pihak DHA. Pihak berwenang berharap teknologi tersebut dapat mengurangi beban pemrosesan di laboratorium secara signifikan.
“Ini akan secara drastis mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil, dibandingkan dengan metode pengujian yang tersedia saat ini, seperti tes polymerase chain reaction (PCR),” imbuh Dr Nada Al Mulla. Direktur Sektor Perawatan Kesehatan Primer Nadd Al Hamar DHA ini menilai tes napas skrining Covid-19 ini sangat efisien untuk skrining massal, terutama di area dengan kepadatan tinggi.
Breathonix, perusahaan di bawah National University of Singapore (NUS) yang mengembangkan tes nafas mengkalim dari hasil studi mereka di Singapura melibatkan 180 pasien mencapai sensitivitas 93 persen dan spesifisitas 95 persen.
Dr Jia Zhunan, salah satu pendiri dan CEO Breathonix, menilai teknologi ini mudah digunakan dan menawarkan solusi yang cepat dan nyaman untuk mengidentifikasi infeksi Covid-19. Alat ini bekerja dengan mendeteksi berbagai reaksi biokimia dalam sel manusia secara konsisten menghasilkan VOC.
“Penyakit yang berbeda menyebabkan perubahan spesifik pada senyawa, menghasilkan perubahan yang dapat dideteksi pada profil napas seseorang. Dengan demikian, VOC dapat diukur sebagai penanda penyakit seperti Covid-19,” jelasnya.
Tes nafas ini noninvasif dan tidak mungkin menyebabkan ketidaknyamanan, karena orang tersebut hanya diharuskan untuk menghembuskan nafas secara umum ke dalam perangkat. Selain mudah bagi orang yang mau dites, menurut Dr Zhunan juga memudahkan tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya.(*)
Related News
IHSG Akhir Pekan Ditutup Naik 0,77 Persen, Telisik Detailnya
BKPM: Capai Pertumbuhan 8 Persen Butuh Investasi Rp13.528 Triliun
Hati-hati! Dua Saham Ini Dalam Pengawasan BEI
BTN Raih Predikat Tertinggi Green Building
IHSG Naik 0,82 Persen di Sesi I, GOTO, BRIS, UNVR Top Gainers LQ45
Perkuat Industri Tekstil, Wamenkeu Anggito Serap Aspirasi Pengusaha