EmitenNews.com - Entitas Djarum Group, Sarana Menara Nusantara (TOWR) mengubah durasi kredit senilai Rp1,3 triliun. Fasilitas tersebut berasal dari Bank UOB Indonesia. Teken pembaruan telah dilakukan pada 23 Januari 2024.

Pinjaman lunak dari UOB tersebut untuk Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo), Iforte Solusi Infotek (Iforte), dan Komet Infra Nusantara (KIN). Berdasar perjanjian terbaru itu, disepakati perpanjangan tanggal jatuh tempo akhir perjanjian kredit (termasuk perpanjangan jangka waktu fasilitas valuta asing) sampai 28 Agustus 2026. 

Selanjutnya, berdasar perjanjian kredit, Protelindo, Iforte, dan KIN bertanggung jawab secara tanggung renteng terhadap pelaksanaan seluruh kewajiban berdasar perjanjian kredit tersebut. Sekadar informasi, pada 15 Agustus 2023 silam, entitas Sarana Menara Nusantara mendapat fasilitas kredit senilai Rp1,3 triliun. 

Pinjaman lunak dari UOB tersebut akan membanjiri Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo), Iforte Solusi Infotek (Iforte), dan Komet Infra Nusantara (KIN).

Komitmen pinjaman tersebut terbagi dalam revolving credit facility dapat digunakan Protelindo, Iforte, dan KIN dengan batas pemakaian sebagai berikut. Pinjaman untuk Protelindo tidak melebihi Rp1,3 triliun. Lalu, untuk Iforte tidak melebihi Rp1,3 triliun, dan untuk KIN tidak melebihi Rp500 miliar.

Selanjutnya, bank garansi sebesar Rp500 miliar dengan batas pemakaian sebagai berikut: Untuk Protelindo tidak melebihi Rp500 miliar. Lalu, untuk Iforte tidak melebihi Rp500 miliar, dan untuk KIN tidak melebihi Rp300 miliar. Fasilitas kredit tersebut akan jatuh tempo pada 23 Februari 2024.    

”Tujuan pinjaman revolving credit facility untuk kebutuhan modal kerja dan/atau tujuan umum perusahaan Protelindo, Iforte, dan KIN. Lalu, bank garansi untuk menjamin kinerja Protelindo, Iforte, dan KIN sehubungan dengan kontrak atau proyek,” tulis Adam Gifari, Wakil Direktur Utama Sarana Menara Nusantara. 

Transaksi itu, bukan merupakan benturan kepentingan sebagaimana Peraturan OJK No. 42 Tahun 2020 tentang transaksi afiliasi, dan transaksi benturan kepentingan. Transaksi juga bukan material sebagaimana Peraturan OJK No.17/POJK.04/2020 tentang transaksi material, dan perubahan kegiatan usaha. 

”Pelaksanaan transaksi tersebut tidak memiliki dampak material terhadap kegiatan operasional, hukum, kondisi keuangan, atau kelangsungan usaha perseroan sebagai emiten alias perusahaan terbuka,” ucapnya. (*)