Gelar Economic Outlook 2023, Bank Hana Siap Hadapi Tantangan Resesi Global
Hana Bank Gelar Economic Outlook 2023. dok. ist.
EmitenNews.com - Dalam rangka memberikan pandangan terhadap berbagai tantangan ekonomi nasional dan global di masa depan, PT Bank KEB Hana Indonesia (Bank Hana), salah satu perbankan terbesar di Korea Selatan, menggelar Hana Bank Economic Outlook 2023 di Jakarta pada Rabu (26/10/2022), dengan mengangkat tema Potential Global Recession and its Impact to Indonesia.
Acara ini terlaksana hasil kolaborasi Bank Hana dengan asosiasi perdagangan terbesar di Korea Selatan, The Korea International Trade Association (KITA), dihadiri Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu sebagai keynote speech, Presiden Direktur Bank Hana Park Jong Jin, dan jajaran direksi serta komisaris Bank Hana.
Hana Bank Economic Outlook 2023 kali ini, merupakan ke-12 kalinya diselenggarakan Bank Hana sejak 2010 yang dibagi menjadi dua sesi. Sesi Indonesia yaitu presentasi dari Ekonom Senior dari Universitas Indonesia dan Menteri Keuangan Periode 2013-2014 Muhamad Chatib Basri. Selanjutnya adalah Sesi Korea Selatan yakni presentasi Jung Yoo Tak dan Kang Mi Jung dari Departemen Riset Hana Financial Group bertemakan Ekonomi Global dan Indonesia/Financial Forecast.
Kemudian disusul presentasi Hong Yoo Young dari Korea International Trade Association (KITA) tentang Responsif dan Pemanfaatan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Korea (Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement/IK-CEPA).
Presiden Direktur Bank Hana, Park Jong Jin, mengatakan Hana Bank Economic Outlook 2023 menjadi langkah penting perusahaan dan pemangku kepentingan lain untuk melihat berbagai tantangan ekonomi secara global ke depan menjadi suatu kesempatan baik. Meski ada kelonggaran pada kebijakan pandemi Covid-19 pada tahun ini, ekonomi global 2023 akan terus berdampak. Pasalnya, konflik geopolitik yang berkelanjutan dan pengetatan kebijakan moneter yang menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi.
“Mungkin kita akan menghadapi krisis, namun jika dapat memahami dan menanggapi dengan tepat, kita akan dapat mengatasinya. Sama halnya dalam mengatasi pandemi Covid-19, Bank Hana akan terus menjadi mitra keuangan yang terpercaya bagi seluruh masyarakat Indonesia,” kata Park Jong Jin dalam sambutannya di Hana Bank Economic Outlook 2023, Jakarta.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, pemerintah mengajak masyarakat untuk optimistis dalam memandang risiko dan ketidakpastian global yang sekarang terjadi. Karena selama delapan tahun terakhir, pemerintah bersama dengan masyarakat telah memupuk modal penting menciptakan pembangunan yang kondusif.
Hal ini tercermin dalam APBN 2023 yang memfokuskan kepada agenda-agenda utama yakni SDM unggul, produktif, dan inovatif; akselerasi pembangunan infrastruktur khususnya dalam bidang energi, pangan, konektivitas, dan ICT; efektivitas reformasi birokrasi; revitalisasi industri dengan hilirisasi yang semakin kuat; dan pengembangan pembangunan ekonomi hijau.
Menurut Febrio, di tengah ketidakpastian global, Indonesia masih terus mengalami pertumbuhan cukup baik. Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada 2023 sebesar 5,3 persen. Karena itu, pemulihan ekonomi ke depan mesti semakin kuat dan berkualitas. Pandemi Covid-19 telah berdampak besar pada perekonomian global. Pergeseran risiko menjadi tantangan yang tidak kalah besarnya.
“Untuk itu, kami berharap Hana Bank Economic Outlook 2023 menjadi forum kondusif untuk melihat, menganalisis, memerhatikan peluang yang dapat diambil, memitigasi tantangan, dan menggali peluang–khususnya di bidang perbankan–supaya bisa berperan kuat dan berkontribusi dalam mempercepat pemulihan ekonomi, tidak hanya dalam jangka pendek tetapi juga dalam jangka panjang,” ujar Febrio.
Dalam pemaparannya, Ekonom Senior dari Universitas Indonesia, Muhammad Chatib Basri, memberikan gambaran bahwa resesi global tentu akan berpotensi memberikan dampak terhadap perekonomian Indonesia. Menurut mantan Menteri keuangan ini, salah satu penyebab utama terjadi resesi global karena kenaikan suku bunga di Amerika Serikat yang baru diberlakukan belakangan ini.
Akibatnya, ekonomi Amerika Serikat melambat dan secara langsung memperlambat laju perekonomian secara global. Salah satu yang terkena dampaknya adalah harga komoditas dan energi. Indonesia menjadi negara yang bergantung dengan dua sektor tersebut juga tentu merasakan dampaknya.
“Ketika Amerika Serikat mengalami resesi, tentu ini akan berpengaruh terhadap perekonomian di negara lain, termasuk ekonomi Indonesia juga akan mengalami perlambatan,” kata Chatib.
Chatib menjelaskan, terpengaruhnya perekonomian Indonesia terhadap hal yang terjadi secara global setidaknya dari dua sisi. Dari sisi jalur perdagangan, resesi global akan mengakibatkan melambatnya ekspor Indonesia. Namun, share ekspor terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia relatif kecil yakni sekitar 25%, ini jika dibandingkan dengan negara lain seperti Singapura, Korea Selatan, Malaysia, atau negara-negara lain yang berorientasi ekspor.
Di samping itu, krisis geopolitik yang terjadi yaitu Perang Rusia-Ukraina, masih membuat harga batu bara relatif tinggi. Maka, Indonesia semakin tertolong karena dampak jalur perdagangan terhadap ekonomi negara relatif terbatas. Sedangkan di jalur keuangan, Chatib melihat adanya tekanan terhadap mata uang Rupiah akibat menguatnya mata uang Dollar Amerika Serikat yang terjadi karena pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat relatif membaik dibandingkan Eropa serta kenaikan bunga oleh bank sentral The Fed. Karena tekanan terhadap mata uang Indonesia ini pun kemudian akan terjadi dampak terhadap perekonomian Indonesia melalui balance sheet effect seperti firms, profit repatriation, dan kenaikan suku bunga.
“Apakah Indonesia akan masuk dalam resesi? Cara terbaik untuk tidak terdampak pada global adalah untuk tidak terintegrasi pada global. Karena itu, dampak dari perlambatan ekonomi global tergantung seberapa terbuka ekonomi Indonesia,” jelasnya.
Hong Yoo Young dari Korea International Trade Association (KITA) yang juga menjadi pembicara di Hana Bank Economic Outlook 2023 menegaskan bahwa pihaknya tetap berpegang dan berkomitmen kepada perjanjian penting yang telah dibuat antara kedua negara yakni Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Korea (Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement/IK-CEPA) yang telah dibuat sepakat dilanjutkan kembali sejak Februari 2019. ***
Related News
Potensi Aset Rp990 Triliun, Asbanda Siap Dukung Pembiayaan PSN
Ajak Investor Inggris Investasi di EBT, Menteri Rosan Buka Peluangnya
PKPU Pan Brothers (PBRX) Soal Utang Rp6,25T Diperpanjang 14 Hari
Maya Watono Kini Pimpin InJourney, Ini Profilnya
Pascapemilu, Investor Global Kembali Pindahkan Portofolionya ke AS
Belum Berhenti, Harga Emas Antam Naik Lagi Rp12.000 per Gram