EmitenNews.com - Bagi pelaku pasar modal, daya tarik FiberCo tidak hanya terletak pada valuasi aset Rp14,6 triliun, tetapi juga pada "kekuatan bintang" di balik kemitraan tersebut. Keterlibatan Arsari Group, entitas bisnis milik Hashim Djojohadikusumo, dan Northstar Group yang dipimpin oleh Patrick Walujo, memberikan sinyal kepercayaan yang kuat bagi komunitas investasi. Analisis ini akan mengeksplorasi bagaimana kemitraan ini menciptakan efek riak (ripple effect) pada emiten-emiten terkait dan ekspektasi imbal hasil bagi investor saham.

Profil Mitra Strategis dan Bobot Politik-Ekonomi

Keterlibatan Arsari Group menandai perluasan portofolio strategis mereka ke sektor infrastruktur digital, setelah sebelumnya kuat di sektor energi dan logistik. Sebagai adik dari Presiden RI Prabowo Subianto, keterlibatan Hashim Djojohadikusumo dalam FiberCo memberikan dimensi ketahanan nasional pada proyek ini. Aryo P.S. Djojohadikusumo, Deputi CEO Arsari Group, menyatakan bahwa konektivitas digital saat ini sama fundamentalnya dengan energi fisik. 

Hal ini mengindikasikan bahwa FiberCo diposisikan sebagai tulang punggung digital nasional yang didukung oleh modal domestik yang kuat. Di sisi lain, Northstar Group membawa keahlian finansial dan pengalaman dalam membawa aset infrastruktur ke skala global. 

Sebagai investor yang juga memiliki rekam jejak di sektor teknologi (seperti GoTo), Northstar dipandang mampu mendorong efisiensi manajerial dan membuka akses pendanaan internasional bagi pengembangan FiberCo di masa depan. Kombinasi antara pengaruh strategis domestik dan keahlian investasi global ini menciptakan struktur kepemilikan yang sangat seimbang.

Teka-teki Sinergi dengan WIFI dan UDNG

Spekulasi pasar sering kali menghubungkan pembentukan FiberCo dengan emiten lain yang berada dalam lingkaran pengaruh para mitra. PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI) menjadi pusat perhatian karena Arsari Group memiliki kepentingan di sana melalui PT Arsari Sentra Data (ASD). WIFI memiliki aset strategis berupa jaringan serat optik sepanjang jalur kereta api di Pulau Jawa (Java Backbone), yang memiliki karakteristik latensi rendah dan keamanan tinggi karena berada di lahan otoritas negara.

Kolaborasi antara 86.000 km jaringan FiberCo dengan Java Backbone milik WIFI akan menciptakan ekosistem serat optik paling kompetitif di Indonesia, terutama untuk melayani kebutuhan pusat data dan layanan korporasi.   

WIFI baru saja menyelesaikan right issue senilai Rp5,9 triliun dengan harga pelaksanaan Rp2.000 per saham. Dana ini diperkirakan akan digunakan untuk memperkuat infrastruktur yang dapat bersinergi dengan ekosistem FiberCo. Di sisi lain, muncul spekulasi mengenai rencana FiberCo untuk melakukan listing di Bursa Efek Indonesia. Beberapa analis bahkan mengamati pergerakan saham PT Agro Bahari Nusantara Tbk (UDNG), meskipun belum ada pernyataan resmi mengenai keterkaitannya dengan transaksi FiberCo.

Baca Juga: Ekspansi Digital WIFI: Rights Issue & Suntikan Modal NTT e-Asia

Proyeksi Dividen: Janji Payout 70% di Tahun 2026

Salah satu alasan utama investor memburu saham ISAT pasca-pengumuman FiberCo adalah prospek pembagian dividen yang agresif. Manajemen Indosat telah memberikan sinyal kuat bahwa keberhasilan monetisasi aset akan berdampak langsung pada pengembalian kepada pemegang saham.

Presiden Direktur & CEO Indosat menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan akan bersifat progresif, dengan proyeksi rasio pembayaran mencapai 70% dari laba bersih untuk tahun buku 2026. Dengan estimasi laba bersih tahun 2026 yang diperkirakan tumbuh di atas Rp5 triliun, potensi dividend yield bagi investor yang membeli di harga saat ini menjadi sangat menarik. 

Dana dari transaksi FiberCo memberikan bantalan likuiditas yang cukup bagi perusahaan untuk membagikan dividen besar tanpa mengganggu kebutuhan belanja modal (capex) untuk pengembangan 5G. 

Target Harga dan Pandangan Analis Sekuritas

Respon analis terhadap pembentukan FiberCo mayoritas bersifat bullish. Analis Piyush Choudhary dari HSBC Sekuritas memberikan target harga Rp3.000 dengan peringkat "Buy", sementara Daniel Widjaja dari Mirae Asset Sekuritas menetapkan target harga Rp 2.500. Valuasi Indosat saat ini di level P/E 15,96x dan P/B 2,28x dianggap wajar jika dibandingkan dengan rata-rata industri telekomunikasi.

Secara teknikal, saham ISAT menunjukkan tren bullish yang kuat dengan harga bergerak di atas indikator MA-20, MA-50, dan MA-200. Area permintaan kuat teridentifikasi di rentang Rp2.300 – Rp2.360, yang dipandang sebagai titik masuk konservatif bagi investor jangka panjang. Target teknikal jangka pendek berada di level Rp2.600, yang jika ditembus dengan volume besar, dapat membuka ruang menuju rekor harga tertinggi baru (all-time high).