EmitenNews.com - Gubernur Bank Indonesia, Perry Wajiyo, menyampaikan bahwa tema Global Policy Agenda IMF: Act Now, Act Together, telah sajalan dan saling melengkapi dengan tema Presidensi G20 Indonesia tahun 2022. Yakni untuk dapat pulih bersama dan pulih lebih kuat: Recover Together, Recover Stronger.


Hal itu disampaikannya ketika bersama Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati menghadiri Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia, termasuk di dalamnya Pertemuan Keempat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral di Washington D.C. Amerika Serikat.


Perry menyebut tiga poin utama yang perlu menjadi perhatian. "Pertama, tantangan global yang dihadapi saat ini tidak dapat direspons dengan hanya satu instrumen kebijakan. Sehingga perlu pengembangan kerangka Integrated Policy Framework (IPF) IMF bersama dengan kerangka Macro-financial Stability Frameworks (MFSF) BIS," katanya.


Dalam hal ini, menurut Perry, Indonesia telah melakukan implementasi bauran kebijakan moneter, fiskal, stabilitas nilai tukar, dan makroprudensial.


Kedua, pentingnya pengembangan digitalisasi keuangan. Bank Indonesia telah mengembangkan digitalisasi sistem pembayaran diantaranya kesepakatan cross-border payment antara Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina, peluncuran Quick Response (QR) Code, dan Bank Indonesia Fast Payment (BI-FAST).


Ketiga, pentingnya penguatan jaring pengaman keuangan global untuk meningkatkan kapasitas pembiayaan dalam rangka membantu negara yang membutuhkan melalui reformasi kuota di IMF.


IMF menyampaikan beberapa rekomendasi respons kebijakan kepada negara anggota. Kebijakan moneter yang front loaded diperlukan untuk menjaga stabilitas harga dan menjangkar inflasi ke depan. Prioritas kebijakan fiskal untuk melindungi kelompok vulnerable melalui bantuan jangka pendek yang ditargetkan untuk mengurangi beban biaya hidup.


Dengan terbatasnya likuiditas di sektor keuangan, kebijakan makroprudensial perlu untuk menjaga terjadinya risiko sistemik. Perbaikan reformasi struktural agar meningkatkan produktivitas dan kapasitas ekonomi diperlukan untuk meringankan hambatan pasokan dan mendukung kebijakan moneter dalam mengatasi inflasi.


Kebijakan untuk mempercepat transisi green energy akan bermanfaat untuk energy security dalam jangka panjang dan mengurangi biaya makroekonomi dari perubahan iklim. Terakhir, kerjasama multilateral diperlukan untuk menghindari terjadinya fragmentasi global.