EmitenNews.com - PDI Perjuangan membawa sengketa Pilpres 2024 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Melalui Tim Perjuangan Demokrasi Indonesia (PDI), PDIP melayangkan gugatan ke PTUN, Cakung, Jakarta Timur. Parpol yang dipimpin Megawati Soekarnoputri mendudukkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai tergugat, seraya meminta hasil penetapan Pilpres 2024 dicabut.

Mantan hakim di Mahkamah Agung Gayus Lumbuun, sebagai kuasa hukum PDIP sudah mendaftarkan gugatan tersebut di PTUN. Gugatan tersebut sudah terdaftar dengan nomor perkara 133/G/2024/PTUN.JKT, dengan pihak penggugat PDIP diwakili oleh Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.

"Intinya jenis gugatannya ialah perbuatan melanggar hukum oleh aparatur negara, tergugatnya KPU," kata Gayus Lumbbun kepada wartawan setelah melayangkan gugatan di Gedung PTUN, Jakarta Timur, Selasa (2/4/2024).

Perbuatan melawan hukum KPU karena instansi yang dipimpin Hasyim Asy'ari itu meloloskan putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres. Gibran mendampingi capres 02 Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024. KPU sudah mengumumkan pasangan Prabowo-Gibran sebagai pemenang Pilpres 2024.

"Perbuatan melawan hukum tersebut bertentangan dengan asas dan norma-norma yang ada pada aturan tentang pemilihan umum," katanya.

Pada kesempatan yang sama, anggota Tim PDI Erna Ratnaningsih mengatakan KPU masih memakai PKPU Nomor 19 Tahun 2023 atau aturan lama ketika menerima pencalonan Gibran sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto. Menurutnya, tindakan tersebut melanggar hukum.

"Ketika KPU menerima pendaftaran masih menggunakan peraturan yang lama, PKPU Nomor 19 Tahun 2023. Artinya tindakan KPU ini, melanggar ketentuan hukum, melanggar kepastian hukum. KPU memberlakukan peraturan yang berlaku surut," kata Erna Ratnaningsih.

KPU menerima pendaftaran para capres-cawapres pada 27 Oktober 2023 tanpa mengubah PKPU Nomor 19. Persyaratan capres-cawapres berdasarkan PKPU Nomor 19 belum disesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah Pasal 169 huruf q UU Pemilu.

KPU melakukan pendaftaran pada 25 dan 27 Oktober 2024. Sementara itu atas hasil dari putusan Mahkamah Konstitusi, KPU kemudian mengubah menjadi PKPU Nomor 23 Tahun 2023, pada 3 November 2024. Artinya, mekanisme atau proses pendaftaran dan penetapan capres dan cawapres itu, itu dilakukan melanggar hukum atau cacat hukum.

"Kami dari Tim Perjuangan Proses Hukum Pemilu, dalam hal ini melihat bahwa praktik-praktik seperti ini, ini tidak bisa terjadi lagi di kemudian hari karena nanti tahun ini kita juga akan melaksanakan pilkada atau pilgub," ujarnya.

Dalam gugatannya, Tim PDI memohonkan empat hal agar diputuskan pengadilan ketika menggugat KPU ke PTUN. Tim PDI meminta pengadilan memerintahkan tergugat untuk menunda pelaksanaan keputusan KPU Nomor 360 tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPRD, DPD, dan seterusnya.

"Memerintahkan tergugat untuk menunda pelaksanaan keputusan KPU Nomor 360 tahun 2024," kata Erna Ratnaningsih.

Kemudian Tim PDI meminta PTUN memerintahkan kepada tergugat untuk tidak menerbitkan atau melakukan tindakan administrasi apa pun sampai keputusan yang berkekuatan hukum tetap.

Dalam pokok permohonan, PDI meminta bahwa majelis hakim nanti akan menerima dan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya. Menyatakan batal keputusan Nomor 360, keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 dan seterusnya.

"Memerintahkan tergugat mencabut kembali keputusan KPU nomor 360 tahun 2024 dan seterusnya serta yang terakhir, memerintahkan tergugat melakukan tindakan, mencabut dan mencoret pasangan capres Prabowo dan cawapres Gibran sebagaimana tercantum dalam keputusan KPU nomor 360 tahun 2024," tegas Erna Ratnaningsih. ***