EmitenNews.com - Bantulah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk berperilaku bersih, dengan cara tidak menghubungi para hakim, panitera pengganti, juru sita, dan seluruh keluarga PN Jakarta Pusat untuk menerima tip, sogokan, suap, pemberian, atau janji dalam bentuk apa pun. Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus kini menyidangkan perkara suap CPO.

Hakim Effendi mengemukakan permintaan itu, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (20/8/2025) dalam sidang pembacaan surat dakwaan kasus  suap terhadap putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada tahun 2023-2025.

"Ini perlu saya sampaikan kepada terdakwa, penuntut umum, penasehat hukum, keluarga para pihak, dan seluruh pengunjung sidang," kata Hakim Effendi, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu.

Apabila ada pihak yang mengatasnamakan hakim, panitera pengganti, juru sita, atau pegawai PN Jakarta Pusat dalam menerima dan meminta tip, sogokan, suap, pemberian, atau janji dalam bentuk apa pun, diharapkan segera melapor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada nomor 085-585-755-75.

Dapat pula menghubungi Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) dengan menghubungi nomor 021-255-783-00, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan nomor 021-425-2069, atau Ketua PN Jakarta Pusat dengan nomor 0812-8374-4419.

"Atas perhatian dan kerja samanya kami ucapkan terima kasih," tutur Hakim Effendi.

Dalam kasus dugaan suap putusan lepas perkara korupsi CPO, total uang yang diterima sebesar USD2,5 juta atau Rp40 miliar.

Jaksa mengungkapkan, uang haram tersebut diduga diterima oleh lima orang, yakni mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan, beserta tiga hakim yang menyidangkan kasus tersebut: Djuyamto Hakim Ketua serta Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharudin masing-masing sebagai hakim anggota.

Uang suap diterima dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Syafei,  advokat atau pihak yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi pada kasus CPO, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Uang suap yang diterima Arif, Wahyu, serta ketiga hakim lainnya sebanyak dua kali. Pertama, berupa uang tunai USD500 ribu, atau senilai Rp8 miliar, yang diterima Arif sebesar Rp3,3 miliar; Wahyu Rp800 juta; Djuyamto Rp1,7 miliar; serta Agam dan Ali masing-masing Rp1,1 miliar.

Penerimaan kedua, uang tunai USD2 juta atau senilai Rp32 miliar. Uang suap itudibagi kepada Arif sebesar Rp12,4 miliar; Wahyu Rp1,6 miliar; Djuyamto Rp7,8 miliar; serta Agam dan Ali masing-masing Rp5,1 miliar.

Hari ini, Rabu, majelis hakim sudah menyidangkan perkara atas nama terdakwa Hakim Muhammad Arif Nuryanta. Ia didakwa menerima suap Rp15,7 miliar terkait kasus suap putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) 2023-2025. Jaksa Penuntut Umum menilai Ketua PN Jakarta Selatan 2024-2025 itu, terlibat kasus korupsi bersama tiga hakim lainnya.

Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) Syamsul Bahri Siregar menduga Muhammad Arif Nuryanta, yang kala itu menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima uang suap dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Syafei selaku advokat. Penyuap sang hakim itu, adalah pihak yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi pada kasus CPO, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili," ujar JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (20/8/2025).

Hari ini, juga Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan juga mendengarkan pembacaan surat dakwaan dalam persidangan yang sama dengan Arif. Sementara ketiga hakim yang memutus perkara CPO akan menjalani sidang perdana pada esok, Kamis (21/8/2025).

Dalam kasus itu, Wahyu yang didakwa menerima suap senilai total Rp2,4 miliar, melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf B jo. Pasal 18 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Kemudian pada Kamis (21/8/2025), sidang perdana untuk hakim Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom. ***