EmitenNews.com - Presidensi G20 Indonesia ingin memastikan bahwa digitalisasi dapat bermanfaat secara luas, adil, dan berpihak pada masyarakat luas.


“Selain kekhawatiran akan timbulnya ketidakadilan dan kemungkinan dampak negatif dari pemanfaatan teknologi digital bagi yang tidak mahir, masih ada tantangan lain dari digitalisasi, seperti perlindungan data pribadi, keamanan siber, persaingan usaha, dan kesenjangan akses teknologi (digital divide),” ungkap Edi Prio Pambudi, Co-Sherpa G20 Indonesia yang juga Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian.


Digital Economy menjadi salah satu poin pembahasan dalam Pertemuan Sherpa ke-2 Presidensi G20 Indonesia pada hari kedua bertempat di Hotel Meruorah, Labuan Bajo, Senin (11/07).


Pembahasan mengenai digitalisasi memang menjadi salah satu prioritas Presidensi G20 Indonesia. Dengan kondisi ekonomi global yang masih diliputi ketidakpastian akibat pandemi Covid-19 dan situasi geopolitik dunia, peran teknologi dirasa semakin tinggi untuk mendukung upaya pemulihan terhadap krisis yang terjadi.


Selain itu, para Sherpa G20 mendapatkan update perkembangan pembahasan di tingkat Working Group yang meliputi Education, Employment, Trade, Investment and Industry, dan Empower.


Pembahasan dalam Education Working Group (EdWG) memfokuskan pada komitmen negara-negara G20 untuk memberikan pendidikan inklusif, setara, dan berkualitas bagi masyarakat, serta berorientasi pada persiapan untuk dunia kerja. Komitmen ini juga didorong perkembangan teknologi dalam peningkatan akses pendidikan semisal pembelajaran jarak jauh.


Negara-negara G20 juga menyepakati bahwa guru memegang peran penting dalam mendampingi proses digitalisasi pendidikan. Hasil pembahasan EdWG ini selanjutnya akan dibawa pada Transforming Education Summit yang akan diselenggarakan PBB pada September 2022.


Terkait isu ketenagakerjaan, negara-negara G20 berkomitmen untuk melakukan pemutakhiran G20 Skills Strategy. Dalam pembahasan Employment Working Group yang diampu Kementerian Ketenagakerjaan ini mayoritas negara-negara anggota G20 sepakat mendorong kebijakan yang menitikberatkan pada aspek kemanusiaan, kesetaraan, berkelanjutan, dan inklusif, terutama bagi wanita, generasi muda, dan penyandang disabilitas. Pada Working Group ini, juga dibahas mengenai pentingnya pendidikan vokasi dan pelatihan kerja.


Kementerian Perdagangan sebagai salah satu pengampu Trade, Investment and Industry Working Group (TIIWG) memberikan update mengenai prioritas pembahasan dalam pertemuan TIIWG yang telah diselenggarakan dua kali.


Pada pertemuan pertama telah dibahas prioritas terkait peran sistem perdagangan multilateral untuk memperkuat pemenuhan Sustainable Development Goals (SDGs), lalu mengenai perdagangan digital dan rantai nilai global berkelanjutan, serta industrialisasi melalui Industri 4.0 yang berkelanjutan dan inklusif.


Selanjutnya dilakukan pembahasan terkait dengan reformasi World Trade Organization (WTO) dan penyampingan pemberlakuan Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights (TRIPs) pada penanganan pandemi Covid-19.


Pada pembahasan kelompok kerja ini, juga dibahas pentingnya transformasi digital menyeluruh untuk menyikapi kesenjangan perkembangan sistem perdagangan digital, integrasi UMKM ke rantai nilai global, serta upaya mitigasi dampak Covid-19 untuk mendukung pemulihan ekonomi global.


Negara-negara G20 juga memperhatikan upaya advokasi pemberdayaan perempuan melalui inisiatif G20 Alliance for the Empowerment and Progression of Women’s Economic Representation (EMPOWER).


Salah satu rekomendasi yang dihasilkan inisiatif ini berupa Key Performance Index (KPI) untuk memberi penilaian yang lebih konkret dan transparan dalam mendukung peningkatan jumlah pemimpin perempuan.


Sebagai bentuk sinergi antara pemerintah dan dunia usaha, inisiatif ini turut mengidentifikasi dukungan dan solusi bagi dunia usaha, antara lain melalui insentif pajak bagi wirausaha perempuan, dan mendorong perusahaan mengungkapkan kebijakan kerja yang berkaitan dengan gender dan diversitas.(fj)