EmitenNews.com - Ooredoo Group dan CK Hutchison menemui titik temu. Sepakat menggabungkan bisnis operator telekomunikasi di Indonesia. Itu terjadi setelah negosiasi sempat mengalami masa-masa buntu tiga kali beruntun. 


Ujungnya, kedua anak usaha, PT Indosat (ISAT), dan PT Hutchison 3 Indonesia (Tri) melebur di bawah payung PT Indosat Ooredoo Hutchison Tbk. Aksi korporasi itu, ditandai dengan teken perjanjian transaksi definitif rencana merger bisnis Indosat dan Hutchison 3 Indonesia pada Kamis (16/9).


Managing Director of Ooredoo Group Aziz Aluthman Fakhroo menyebut, transaksi itu akan mengonsolidasikan perusahaan dengan valuasi mencapai USD6 miliar atau setara Rp85,26 triliun asumsi kurs Rp14.210 per dolar Amerika Serikat (USD), dan pendapatan tahunan sekitar USD3 miliar setara Rp42,6 triliun. ”Penggabungan menguntungkan seluruh elemen baik pemegang saham, dan pelanggan. Tentu akan mempercepat transformasi digital Indonesia,” tutur Aziz, Kamis (16/9).


Aksi korporasi itu, akan menyatukan dua bisnis. Saling melengkapi. Menciptakan perusahaan telekomunikasi, dan internet digital kelas dunia. Lebih besar, lebih kuat secara komersial, dan lebih kompetitif. Peleburan usaha akan memperkuat skala bisnis, kinerja finansial, teknologi, produk, layanan, peningkatan jaringan telekomunikasi, dan layanan digital. 


Indosat, dan Tri memiliki infrastruktur saling melengkapi. Kombinasi dari aset-aset itu, juga berpotensi meningkatkan keuntungan dari sisi biaya, dan belanja modal. ”Sinergi pra-pajak tarif berjalan tahunan USD300-400 juta diharap terwujud tiga sampai lima tahun,” harap Aziz.


Sementara itu, Group Co-Managing Director of CK Hutchison Holdings Canning Fok  mengaku kesepakatan akan menciptakan perusahaan telekomunikasi lebih kuat dan inovatif di Indonesia. Transaksi itu, memiliki nilai tambah untuk pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. ”Indosat Ooredoo Hutchison akan mempercepat pembangunan digital pemerintah Indonesia,” tegas Canning.


Sebelumnya, Ooredoo dan Hutchison memperpanjang periode negosiasi eksklusif peleburan hingga 23 September 2021. Kala itu, CEO Tri Cliff Woo menyebut para pemegang saham telah mencapai beberapa kemajuan selama proses negosiasi. Selanjutnya, kedua perusahaan menggunakan waktu tambahan untuk memfinalkan dokumen-dokumen penting. Perpanjangan waktu itu, untuk kali ketiga. 


Jauh sebelumnya, para pemilik saham dua operator telekomunikasi itu, meneken nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) eksklusif soal potensi penggabungan bisnis kedua perusahaan. Kerja sama berlangsung pada akhir Desember 2020, dan berlaku hingga 30 April 2021. 


Namun, kedua pihak tidak menemukan titik terang mengenai aksi merger, sampai akhirnya sepakat mengulur proses negosiasi hingga 30 Juni. Selanjutnya, diundur kembali menjadi 16 Agustus 2021. Kala perpanjangan negosiasi kedua, manajemen Ooredoo menyampaikan diskusi antara para pihak berada pada tahap lanjutan.


Berikutnya, pada Januari 2021, Indosat mengklaim telah mendapat dukungan pemerintah atas kesepakatan merger tersebut. Itu seiring rencana pemerintah mendorong konsolidasi sektor telekomunikasi. Kalau penggabungan usaha dilakukan, setidaknya akan ada dua hasil signifikan. Pertama, entitas hasil merger akan menantang pangsa pasar PT XL Axiata (EXCL).


Saat ini, anak usaha Telkom Indonesia (TLKM), PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) memimpin pasar telekomunikasi dengan lebih dari 170 juta pelanggan hingga akhir 2020, diikuti Indosat 60,3 juta pelanggan, XL Axiata 57,89 juta pelanggan, dan Tri 44 juta pelanggan. Hingga akhir 2020, jumlah pelanggan Smartfren Telecom (FREN) tercatat 30 juta. Jadi, setelah merger itu, total pelanggan Indosat dan Tri akan mencapai 104 juta. Kondisi itu, akan menekan bisnis XL Axiata.


Sepanjang kuartal dua tahun ini, Indosat dan Tri mencatat  kinerja bertolak belakang. Indosat membukukan pendapatan Rp14,98 triliun, naik 11,4 persen dibanding periode sama tahun lalu. Sementara Tri, membukukan pendapatan Rp6,93 triliun, turun 6 persen secara tahunan. Indosat memiliki sekitar 60 juta pelanggan, Tri Indonesia sekitar 44 juta pelanggan. (*)