EmitenNews.com—Isu digital banking terus dibicarakan bukan karena masalah pandemi covid-19 masih berlangsung, tetapi memang telah karena perubahan dan inovasi di sektor keuangan yang tidak pernah berhenti dan terus berlangsung. Terlebih lagi layanan perbankan tidak pernah berhenti berevolusi mengikuti berbagai perkembangan zaman dan teknologi.

 

Demikian dikatakan Direktur Utama LPPI, Edy Setiadi dalam acara Stabilitas Virtual Seminar dengan tema “Embracing The Next Level of Digital Banking - Metaverse A Bold New World of Opportunities-and Challenges in Digital Banking” secara daring dari Jakarta, Selasa, 26 Juli 2022.

 

Edy memaparkan, konotasi bank sudah tidak lagi dilihat dari ukuran balance sheet atau besarnya debt, aset produktif, atau tingginya skill atau keterampilan yang dimiliki. Sebabnya, saat ini fenomena industri keuangan sudah bergeser pada customer experience, bahwa bank memiliki pelayanan yang lebih sederhana, sangat connective dengan customer. “Sehingga, kendati sekalipun bank berskala kecil, tetapi tetap kan mampu bersaing jika penuh dengan variasi teknologi,” jelasnya. 

 

Pada kondisi tersebut, bank dihadapkan dengan banyak tantangan ke depan. Salah satunya adalah kehadiran teknologi metaverse sebagai ruang virtual bagi bank untuk menjual produk dan jasa bank kepada nasabah. “Tidak hanya jualan secara fisik, tetapi juga melalui metaverse. Jual beli produk dan layanan akan terjadi di sana.”

 

Untuk itu, perkembangan teknologi tersebut mendorong bank dan juga nasabah untuk mengetahui apa saja risiko-risiko yang akan muncul dari adopsi teknologi metaverse ini. Maka, menurut Edy, kemunculan berbagai teknologi seperti NFT, metaverse, tentunya harus menjadi perhatian regulator dan pelaku industri dalam melindungi nasabah yang menjadi bagian penting dari dunia keuangan itu sendiri.

 

Soal tantangan metaverse juga diangkat oleh Teguh Supangkat, Deputi Komisioner Perbankan I Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tampil sebagai pembicara kunci di kesempatan seminar virtual Majalah Stabilitas ini.

 

Dia mengutip sebuah data global, bahwa hingga 2022 Market Cap Web 2.0 Metaverse telah mencapai 14,8 triliun dollar AS. Sementara pengguna Web 3.0 Virtual Worlds telah mencapai 50 ribu users di seluruh dunia. Sementara revenue yang telah dibukukan sepanjang 2021 dari ruang virtual ini mencapai 38,85 miliar dollar AS. Dan juga market size untuk AR, baik VR dan Mixed Reality telah mencapai 28 miliar dollar AS.

 

Mencermati perkembangan potensial dari pasar metaverse tersebut, Teguh mengingatkan bahwa ada risiko yang berjalan beriringan. Pengalaman para pengguna metaverse yang telah mencoba untuk masuk dalam layanan tersebut memberikan kesan bahwa tidak sesuai dengan harapan awal. 

 

“Selain itu muncul konsen pengguna pada potensi penyalahgunaan data pribadi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Ini perlu dimitigasi dengan baik,” ungkap Teguh, menanggapi sebuah survei pengalaman pertama ber-metaverse yang dialami oleh 1.000 responden pada periode survey Januari 2022.