Untuk itu, Teguh memberikan sedikitnya lima tantangan yang perlu diantisipasi terkait perkembangan potensial metaverse saat ini. Pertama adalah Safety, dimana para pengguna metaverse itu terancam dengan Cyberbullying, Stalking dan perilaku tidak menyenangkan di dunia virtual itu. Kedua adalah Data. Ini terkait dengan keamanan dan kerahasiaan data, mengingat ada identitas palsu yang memungkinkan terjadi. Ketiga adalah Security, mengingat bertautan dengan area IT, di dunia metaverse juga ada ancaman serangan Cyber, dan Fraud. 

 

Keempat adalah Outsourcing. Untuk diketahui, dalam penyelenggaran metaverse yang kebanyakan dikelola secara outsourcing, juga menimbulkan risiko tersendiri. Lalu Kelima adalah Collaboration. Dalam metaverse pengguna harus berkolaborasi sebagai sebuah ekosistem. Sehingga ketergantungan antar ekosistem akan beresiko ketika satu ekosistem alami down. 

 

“Sebuah survey pada Maret 2022, mencatat bahwa potensial konsen tertinggi yang harus diwaspadai oleh penggunaan data pribadi di dalam metaverse, karena ada potensi online abuse, cyberbullying, dan persoalan safety. Jadi teknologi bergerak memberikan potensi sekaligus risiko,” pungkas Teguh.

 

Untuk itu, dalam pengembangan teknologi metaverse menurut Teguh, terdapat beberapa area yang perlu dipersiapkan dan dimatangkan yaitu terkait dengan teknologinya sendiri. Antara lain terkait dengan peningkatan kinerja untuk avatar dan definisi standar aset digital agar dapat ditransfer antar dunia maya. 

 

“Termasuk juga infrastruktur komersial yang mengintegrasikan dunia maya berupa web 2.0 maupun web 3.0 dengan sistem pembayaran keuangan tradisional. Ada evolusi sistem pembayaran berbasis digital webs aset,” imbuhnya. 

 

Hal lain menurut Teguh terkait dengna infrastruktur pajak, akuntansi, dan sosial yang juga harus terus dikembangkan untuk bisa meregulasi dengan sistem akuntansi yang ada, dikaitkan dengan metaverse.

 

Pandu Sastrowardoyo, CEO Decentralized Bio Network sepakat bahwa saat ini teknologi telah bergerak ke arah blockchain sebagai bagian dari evolusi web yang harus terus diikuti dan dikembangkan. Diawali dengan era HTML, sebelum dot com meledak perkembanganya, lalu masuk pada era web 1 dan saat ini berevolusi ke web 2 dan web 3 melalui perkembangan metaverse. 

 

Namun, di era web 1, jelas Pandu, banyak orang sangat excited dan beramai-rami membuat startup. Tetapi akhirnya banyak sekali yang crash karena konsepnya sebatas membangun sebuah website lalu menunjukkan informasi kepada user. “Nah itu rupanya tidak sustainable makanya terjadi turn buble dan akhirnya web 1 sempat crash.