EmitenNews.com - Berkas putusan belum siap Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menunda pembacaan vonis terhadap terdakwa kasus korupsi PT ASABRI, Benny Tjokrosaputro atau Bentjok. Sedianya putusan akan dibacakan pada Kamis (5/1/2023), pukul 10.00 WIB, tetapi ditunda sampai Kamis (12/1/2023) pekan depan, pukul 09.00-10.00. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Bentjok dengan hukuman mati. JPU menilai terdakwa terbukti bersalah melakukan korupsi yang merugikan negara Rp22,7 triliun.

 

Pembukaan sidang juga molor. Majelis hakim Tipikor yang diketuai IG Eko Purwanto baru membuka persidangan di ruang Kusuma Atmadja PN Tipikor Jakarta Pusat, pukul 15.30 WIB. "Saudara terdakwa sehat?" tanya hakim ketua IG Eko Purwanto usai membuka sidang perkara yang diduga merugikan keuangan negara Rp22,7 triliun itu.

 

"Sehat Yang Mulia," jawab Bentjok.

 

Tidak lama, hakim Eko langsung mengumumkan penundaan sidang pembacaan vonis, karena berkas putusan belum siap untuk dibacakan. Majelis hakim menyatakan masih mempunyai waktu untuk menyiapkan putusan. 

 

"Kami mohon maaf putusan belum bisa kami bacakan. Sidang kami tunda pada Kamis, 12 Januari pukul 09.00-10.00 WIB," ujar Eko Purwanto.

 

Jalannya persidangan dengan terdakwa kasus korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asabri (Persero) tahun 2012-2019 Benny Tjokrosaputro alias Bentjok itu, tergolong lama. Sejauh ini, tercatat telah memakan waktu lebih dari 500 hari. Kasus korupsi PT ASABRI bermula dari kesalahan penempatan investasi pada dua instrumen investasi yakni saham dan reksadana yang dilakukan oleh manajemen lama.

 

Ketika membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Rabu (26/10/2022), Jaksa Penuntut Umum menuntut Benny Tjokrosaputro hukuman pidana mati. Pemilik PT Hanson International Tbk itu, dinilai terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam skandal kasus Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI), yang merugikan negara hingga Rp22,7 triliun.

 

Jaksa menilai Benny Tjokrosaputro telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan pemberatan secara bersama-sama dan tindak pidana pencucian uang. Karena itu, hukuman mati dianggap pantas untuk terdakwa Benny Tjokrosaputro.

 

Benny Tjokro diyakini jaksa bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dan Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.