EmitenNews.com - Tuntutan mati untuk Benny Tjokrosaputro (Bentjok). Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan tuntutan maksimal terhadap terdakwa kasus korupsi ASABRI itu, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (26/10/2022). JPU menilai Komisaris PT Hanson International Tbk itu, terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam skandal yang merugikan negara hingga Rp22,7 triliun. Bentjok telah divonis seumur hidup dalam kasus megakorupsi PT Jiwasraya.


"Mohon majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini dapat memutuskan, menyatakan Terdakwa Benny Tjokrosaputro telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan pemberatan secara bersama-sama dan tindak pidana pencucian uang, menghukum Terdakwa dengan pidana mati," ujar Jaksa saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Rabu (26/10/2022).


Jaksa meyakini Bentjok bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dan Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.


Benny Tjokro juga dituntut dengan pidana uang pengganti Rp5.733.250.247.731 dengan ketentuan dalam hal terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama 1 bulan setelah putusan inkrah, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.


Tim JPU mencatat sejumlah hal yang memberatkan sampai meminta majelis hakim menghukum mati Benny Tjokro. Di antaranya, terdakwa dinilai tidak menunjukkan penyesalan ataupun rasa bersalah. Padahal tindakannya merupakan extraordinary crime.


"Keadaan yang memberatkan, terdakwa di persidangan tidak menunjukkan rasa bersalah apalagi suatu penyesalan sedikitpun atas perbuatan yang telah dilakukannya," kata jaksa.


Perbuatan terdakwa, urai JPU merupakan kejahatan extraordinary crime dengan modus bisnis investasi melalui bursa pasar modal menyembunyikan dalam struktur bisnis dan menyalahgunakan bisnis yang sah. Tak hanya itu jaksa menilai perbuatan terdakwa telah menimbulkan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap investasi di bidang asuransi dan pasar modal.


Jaksa menyebut perbuatan terdakwa Benny Tjokro bersama-sama terdakwa lain menyebabkan kerugian negara Rp22.788.566.482.083 (Rp22,7 triliun) dengan atribusi perincian khusus akibat perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian sebesar Rp6.048.118.815.081 (Rp6,0 triliun).


"Nilai tersebut termasuk bagian atribusi saham yang dikendalikan terdakwa dengan menggunakan nomine dari Jimmy Sutopo sebesar Rp314.868.567.350 (314,8 miliar) dan atribusi kerugian oleh terdakwa Benny Tjokro sebesar Rp5.733.250.247.731 (Rp5,7 triliun)," katanya.


Selain itu, keadaan yang memberatkan tuntutan pidana mati itu karena terdakwa Benny Tjokro pernah dihukum pidana seumur hidup dalam perkara tindak pidana korupsi pengelolaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya Persero. Kasus korupsi Jiwasraya ini, merugikan keuangan negara Rp16,87 triliun.


Hal yang meringankan, jaksa tak menjelaskan panjang lebar. Jaksa meminta hakim mengesampingkan keadaan yang meringankan terdakwa Benny Tjokro. Menurut Jaksa, meskipun di persidangan terungkap hal-hal yang meringankan dalam diri terdakwa, namun tidak sebanding dengan kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatan terdakwa. “Karena itu hal-hal meringankan itu patut dikesampingkan." ***