Perkara yang diduga merugikan negara hingga Rp1 triliun itu, telah dinaikkan ke tahap penyidikan pada Rabu (3/11/2022), setelah penyidik melakukan gelar perkara dan memeriksa sekitar 60 orang saksi pada tahap penyelidikan.

 

Berdasarkan hasil ekspose tersebut ditetapkan, diputuskan telah terdapat alat bukti yang cukup untuk ditingkatkan penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penyediaan infrastruktur BTS dan infrastruktur pendukung Paket 1,2,3,4 dan 5 BAKTI Kominfo tahun 2020 sampai 2022.

 

Pada penggeledahan di lima tempat, ditemukan dokumen-dokumen penting yang terkait dengan penanganan perkara tersebut. Lima tempat itu, kantor PT Fiberhome Technologies Indonesia, PT Aplikanusa Lintasarta, PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera, PT Sansasine Exindo, PT Moratelindo, PT Excelsia Mitraniaga Mandiri, dan PT ZTE Indonesia.

 

Lima paket proyek yang ditangani Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo itu berada di wilayah 3T, yakni terluar, tertinggal, dan terpencil, seperti Papua, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

 

Proyek yang diinisiasi sejak akhir 2020 itu, terbagi atas dua tahap dengan target menyentuh 7.904 titik blankspot serta 3T hingga 2023. Tahap pertama, BTS berdiri ditargetkan di 4.200 lokasi rampung pada tahun 2022 dan sisanya diselesaikan tahun 2023.

 

Di kantornya Rabu (2/11/2022), Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Kejaksaan Agung, Kuntadi, mengungkapkan, Kejaksaan Agung menaksir kerugian negara akibat dugaan korupsi BTS Kominfo mencapai Rp1 triliun. Perhitungan itu mencakup penyelesaian BTS tahap I yang meliputi lima paket pekerjaan. 

 

"Sebanyak Rp10 triliun itu nilai kontrak (tahap I). Kerugiannya mungkin sekitar Rp1 triliun. Kami masih hitung, itu mungkin atau bisa lebih," ujar Kuntadi. ***