Kasus Korupsi Perum Perindo, Kejagung Periksa Dua Bos Perusahaan
EmitenNews.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa dua orang bos perusahaan sebagai saksi dalam kasus korupsi pengelolaan keuangan dan usaha di Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) Tahun 2016-2019. Keduanya, inisial H Direktur CV Tiga Bintang Timur, yang diperiksa terkait transaksi jual beli udang. Lalu, LS, Direktur PT Kemilau Bintang Timur, diperiksa terkait transaksi jual beli ikan.
"Melakukan pemeriksaan terhadap dua orang saksi yang terkait dengan Dugaan Perkara Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan dan Usaha Perusahaan Umum Perikanan Indonesia Tahun 2016-2019," kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangannya, Kamis (16/9/2021).
Menurut Leonard, pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi di Perusahaan Umum Perikanan Indonesia.
Kasus dugaan korupsi di Perum Perindo bermula pada Tahun 2017. Ketika itu, Perum Perindo menerbitkan MTN (Medium Term Notes) atau utang jangka menengah untuk mendapatkan dana dengan cara menjual Prospek.
Prospek yang dijual Perum Perindo dalam hal penangkapan ikan, mendapatkan Dana MTN sebesar Rp200 miliar yang cair pada Agustus 2017 sebesar Rp100 miliar dengan return 9 persen dibayar per triwulan, jangka waktu tiga tahun yang jatuh tempo Agustus 2020.
Pada Desember 2017 Rp100 miliar dengan return 9,5 persen dibayar per triwulan dalam jangka waktu tiga tahun yang jatuh tempo pada Desember 2020. Dari situ MTN atau utang jangka menengah diterbitkan tahun 2017 sebesar Rp200 miliar untuk digunakan sebagian besar dananya buat modal kerja perdagangan.
"Pendapatan perusahaan yang di tahun 2016 sebesar kurang lebih dari Rp233 miliar, pada 2017 meningkat menjadi kurang lebih Rp603 miliar dan mencapai kurang lebih Rp1 triliun tahun 2018. Kontribusi terbesar berasal dari pendapatan perdagangan," urai Leonard.
Menurut Leonard, karena fokus dengan pencapaian, melibatkan semua unit usaha untuk perdagangan, menimbulkan permasalahan. Kontrol transaksi perdagangan menjadi lemah. Masih terjadi transaksi walau mitra terindikasi macet. Kontrol yang lemah dan pemilihan mitra kerja yang tidak hati-hati, kata dia, menjadikan perdagangan saat itu, perputaran modal kerjanya melambat dan akhirnya sebagian besar menjadi piutang macet sebesar Rp181,19 miliar. ***
Related News
Keren Ini! Rencana Menaker, Gelar Bursa Kerja Setiap Pekan
JK Apresiasi Pembangunan Gedung Baru 15 Lantai FEB Unhas
November Ini, Desk Judi Online Ajukan 651 Pemblokiran Rekening Bank
Komisi III DPR Pilih Komjen Setyo Budiyanto Ketua KPK 2024-2029
Korupsi Pengadaan APD Covid-19, Tersangka Beli Pabrik Air Minum Rp60M
BPK Ungkap 152 Kg Emas Lenyap dari Gudang Antam Surabaya