EmitenNews.com - JPU Kejagung menuntut Manajer PT Quantum Skyline Exchange Helena Lim pidana selama 8 tahun penjara. Tersangka kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022 dinilai bersalah. Jaksa juga menuntut crazy rich PIK itu denda Rp1 miliar, dan pidana tambahan membayar uang pengganti Rp210 miliar.

"Kami menuntut agar majelis hakim memvonis Helena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah membantu melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung Ardito Muwardi dalam Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/12/2024).

JPU menilai Helena Lim melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 56 ke-2 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 56 ke-1 KUHP.

Di luar pidana penjara, JPU turut menuntut agar majelis hakim menghukum Helena dengan denda sejumlah Rp1 miliar. Apabila denda tersebut tidak dibayar diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama satu tahun.

J juga menuntut Helena Lim pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp210 miliar, dengan memperhitungkan aset yang telah dilakukan penyitaan.

Apabila Helena tidak dapat membayar uang pengganti tersebut selama satu bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutup uang pengganti tersebut.

"Jika terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama empat tahun," ucap JPU.

JPU mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan dan meringankan dalam menuntut Helena Lim. Yang memberatkan, perbuatan Helena tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Perbuatan Helena dinilai turut mengakibatkan kerugian keuangan negara yang sangat besar, termasuk kerugian keuangan negara dalam bentuk kerusakan lingkungan yang sangat masif. Lalu, Helena telah menikmati hasil tindak pidana, serta Helena berbelit-belit dalam memberikan keterangan dalam persidangan.

Hal meringankan yang dipertimbangkan JPU bagi Helena, yaitu Helena belum pernah dihukum sebelumnya.

Jaksa mendakwa Helena  Lim membantu terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin untuk menampung uang hasil korupsi timah sebesar USD30 juta atau setara dengan Rp420 miliar.

Uang korupsi itu diduga berasal dari biaya pengamanan alat processing atau pengolahan untuk penglogaman timah sebesar USD500 hingga USD750 per ton. Modusnya, seolah-olah merupakan dana tanggung jawab sosial dan lingkungan atau corporate social responsibility (CSR) empat smelter swasta dari hasil penambangan ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.

Keempat smelter swasta dimaksud, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.

Helena juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas keuntungan pengelolaan dana biaya pengamanan sebesar Rp900 juta. Ia membeli 29 tas mewah, mobil, tanah, hingga rumah untuk menyembunyikan asal-usul uang haram tersebut.

Karena perbuatannya, Jaksa mendakwa Helena merugikan negara senilai total Rp300 triliun dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah pada tahun 2015-2022.

Perbuatan Helena diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 56 ke-2 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 56 ke-1 KUHP. ***