EmitenNews.com - Ternyata ada banyak penyebab mengapa dana pemerintah daerah mengendap di perbankan. Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Agus Fatoni menemukan sekitar Rp191,57 triliun anggaran pemerintah daerah (Pemda) atau APBD masih mengendap di bank hingga April 2022. Anggaran DKI Jakarta yang terbanyak mengendap di bank.


Dalam keterangannya lewat video yang dikutip Senin (20/6/2022), Agus Fatoni mengatakan, ada banyak penyebab mengapa realisasi anggaran APBD tersebut rendah, khususnya dalam melaksanakan belanja untuk kepentingan daerah.


Pertama, kadangkala masih ada yang ragu kegiatan itu dilaksanakan, karena perencanaan yang tidak matang. Ada keragu-raguan, mau diteruskan ataukah dilakukan perubahan. Semua itu, kata Agus Fatoni, kadang-kadang juga menyebabkan rendahnya realisasi belanja.


Penyebab lainnya, karena kurangnya pemahaman soal pelaksanaan anggaran dalam penerapan regulasi, baik di bidang pelaksanaan, penatausahaan, maupun di bidang akuntansi dan pelaporan.


"Kurangnya pemahaman ini bisa jadi disebabkan karena mutasi, bisa juga karena kurangnya peningkatan kapasitas. Oleh karena itu, dalam mengatasi ini, pemahaman regulasi kami dari Ditjen Bina Keuangan Daerah setiap minggu melakukan webinar," katanya.


Data Bank Indonesia menunjukkan, DKI Jakarta menempati urutan pertama pemerintah daerah (Pemda) dengan dana endapan terbesar di bank, mencapai Rp7,85 triliun pada April 2022.


"Kalau kita lihat dana simpanan di bank, yang tertinggi itu DKI Jakarta untuk provinsi. Kemudian Aceh, Jawa Barat, Jawa Timur dan Papua, karena ini daerah-daerah dengan anggaran yang tinggi," papar Agus.


Untuk tingkat kabupaten, yang tertinggi adalah Kabupaten Bojonegoro sebesar Rp3,03 triliun. Disusul Kabupaten Bengkalis (Rp1,19 triliun), Kabupaten Kutai Timur (Rp1,128 triliun), Kabupaten Mimika (Rp1,12 triliun), dan Kabupaten Bekasi (Rp1,02 triliun).


Sementara itu, untuk kota, Cimahi jadi yang terbesar dengan Rp1,64 triliun dana APBD yang mengendap di bank. Diikuti Medan (Rp1,40 triliun), Kota Malang (Rp1,25 triliun), Makassar (Rp1,09 triliun). ***