EmitenNews.com - Ini seruan Kementerian Pertanian. Pemupukan berimbang adalah solusi penghematan biaya sarana produksi, untuk produktivitas pertanian, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. Kombinasikan pupuk kimia (anorganik) dengan pupuk organik, efisiensi hingga 50 persen, sedangkan efisiensi pupuk anorganik hanya 30 persen. Dengan kata lain petani ‘buang-buang duit' apabila tetap memilih pupuk anorganik tanpa kombinasi dengan pupuk organik.


Dalam keterangannya yang dikutip Minggu (17/4/2022), Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo mengingatkan petani untuk bijak memakai pupuk secara berimbang, agar produktivitas pertanian bisa dipertahankan. Kalau petani terapkan pupuk berimbang, produktivitas dan daya saing pertanian bisa dipertahankan, akan seiring dengan pemupukan berimbang, karena keduanya bertalian erat.


Sementara itu pada opening speech Bertani on Cloud [BoC] bagi petani dan penyuluh di seluruh Indonesia, Kamis (14/4/2022), dan ditutup Sabtu (16/4/2022), Kepala BPPSDMP Dedi Nursyamsi mengajak petani didampingi penyuluh memiliki kesadaran kolektif untuk mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia, karena tidak efisien. Solusinya pemupukan berimbang, kombinasi pupuk anorganik dan organik, untuk mencapai efisiensi hingga 50 persen ketimbang hanya pupuk kimia, efisiensi 30 persen.


"Solusi peningkatan produktivitas? Genjot efisiensi pupuk kimia atau anorganik. Efisiensi pupuk urea, nitrogen, SP36 dan KCL hanya 20 persen, paling tinggi 30 persen tergantung kondisi lahan pertanian dan cuaca. Hujan dan genangan air akan melarutkan atau menghanyutkan pupuk, itu sama dengan buang-buang duit," kata Dedi Nursyamsi.


Dedi Nursyamsi mengingatkan pemupukan berimbang adalah pemberian pupuk ke tanah dengan jumlah dan jenis hara, sesuai tingkat kesuburan tanah dan kebutuhan tanaman untuk mencapai hasil optimal. Pemupukan berimbang, artinya, terpenuhi semua hara secara proporsional. Jadi, kata profesor riset Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) itu, harus paham tanaman butuh apa. Harus tahu ketersediaan hara pada tanah.


“Tidak semua hara harus ditambah. Tambahkan yang kurang dan dibutuhkan. Kombinasikan pupuk anorganik dengan pupuk organik dan pupuk hayati agar produksi optimal.," kata Dedi Nursyamsi.


Webinar BoC dihadiri Kepala BBPP Binuang, Yulia Asni Kurniawati dipusatkan di Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan (Kalsel). Tampil selaku host Aman N Kahfi dan narasumber Budiono, Widyaiswara BBPP Binuang, yang merupakan unit pelaksana teknis (UPT) pelatihan dari Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementan (BPPSDMP).


Elaborasi Sederhana

Selaku ahli pupuk Balitbangtan Kementan, Dedi Nursyamsi mengelaborasi pemupukan berimbang secara sederhana agar mudah dipahami dan dapat diterapkan oleh 500 partisipan BoC, sehingga dapat disampaikan kepada petani dan penyuluh lainnya di seluruh Indonesia. Ia menyebutkan, tingkat efisiensi pemupukan kita masih rendah. Efisiensi pupuk kimia di angka 20 sampai 30 persen, berarti 70 persen hanyut, terinfiltrasi dan ada yang menguap.


“Pupuk fosfat lebih rendah lagi, hanya 15 sampai 30 persen. Kenapa? Kalau masuk ke tanah, unsur fosfat yang dijerat tanah, difiksasi atau dipegang erat-erat oleh tanah maka tanaman hanya memakan pupuk 20 sampai 30 persen," katanya lagi.


Hal serupa terjadi pada pupuk KCL. Kalau air tinggi atau hujan, dia analogikan sebagai 'buang-buang duit' karena pupuknya larut dan hanyut bersama air. "Itu kelakuan kita, perilaku kita di lahan sawah, kering dan rawa."


Dia ingatkan petani bersama penyuluh untuk pemupukan berimbang sehingga dapat menghemat biaya produksi. Kombinasikan pupuk anorganik dengan organik yakni pupuk kandang, pupuk hayati, kompos apalagi dengan biofertilizer, efisiensinya hingga 50 persen. "Kalau kita lakukan itu, biaya pemupukan hemat Rp2 juta, kalau biaya sarana produksi untuk pupuk per hektare rata-rata Rp4 juta per hektare. Masak sih, hanya 20 sampai 30 persen pupuk yang kita kasih ke tanaman, hanya segitu yang dimakan tanaman, 70 persen terbuang percuma."


Menurut Dedi Nursyamsi, langkah terbaik pemupukan berimbang, pupuk organik mampu menahan, tidak menguap dan tidak larut di air, karena menempel di pupuk organik namun tidak menempel terlalu kencang, sehingga akan lepas setiap kali tanaman butuh unsur hara dan nutrisi. Pupuk organik, mendukung agar pupuk anorganik nempel, tapi tidak terlalu kencang. Pupuk yang menempel dalam kompos dipegang oleh koloid organik, akan lepas pelan-pelan, itu yang dikenal sebagai slow release.


Kepala BBPP Binuang, Yulia Asni Kurniawati mengapresiasi dukungan Dedi Nursyamsi membuka wawasan dan menambah pengetahuan petani dan penyuluh yang mengikuti webinar BoC, yang digelar BBPP Binuang secara daring, sehingga mendukung terjadinya multiplier effect penggunaan pupuk berimbang. ***