EmitenNews.com - Jangan kaget kalau masyarakat di sekitar penambangan hidup dalam kategori miskin ekstrem. Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengungkapkan, Indonesia adalah pemilik nikel terbesar di dunia. Sayangnya, menurut politikus Partai Golkar ini, hal itu tidak berkorelasi dengan kesejahteraan masyarakat di sekitar penambangan tersebut. Malah, mereka hidup dalam kategori kemiskinan ekstrem. Ternyata penyebabnya tambang sudah lama dikuasai asing.

 

"Tanahnya kaya, pertanyaan kenapa rakyat yang hidup dan tinggal di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Kalimantan, yang di bawahnya ada nikel dan batu bara masih hidup dalam garis kemiskinan," kata Bambang Soesatyo di Hotel Raffles, Jakarta Selatan pada Senin (6/3/2023). 

 

Bamsoet, sapaan akrab Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu, mengaku sudah pernah menemui para gubernur di Sulawesi. Kepada mereka, Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) itu, mempertanyakan alasan mengapa masyarakat di sana masih banyak yang masuk kategori miskin ekstrem. 

 

Penyebabnya adalah keberadaan perusahaan asing yang menguasai 118 ribu hektare yang memiliki kandungan nikel senilai miliaran metrik ton. Cilakanya, perusahaan asing itu sudah menguasai lahan tersebut selama 55 tahun. 

 

Itu berarti sumber daya alam yang melimpah milik Indonesia hanya dikuasai oleh satu kelompok. Alhasil, kekayaan yang dimiliki Tanah Air tak bisa memakmurkan masyarakatnya. Ditambah hasil pengelolaannya gagal menjadi penerimaan negara.

 

Bamsoet akhirnya berkesimpulan, penguasaan tambang oleh satu kelompok itu harus dipecah. Misalnya, ke koperasi, maupun pengusaha-pengusaha lainnya. Dia menyarankan ada pembatasan penguasaan tambang seluas 25 ribu hektare per kelompok usaha. "Pemerintah daerah nanti bagi-bagi kerjanya ke perusahaan daerah, koperasi, kepada usaha-usaha lokal."


Hal yang sama juga terjadi pada pengelolaan komoditas batu bara di Indonesia. Menurut Bambang Soesatyo ada yang salah dalam pengelolaan sumber daya di Indonesia. Mantan Ketua DPR RI itu berpendapat, seharusnya kekayaan alam ini dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk masyarakat sesuai amanat konstitusi. 

 

Sementara itu, kepada pers, Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura mengatakan soal penguasaan lahan oleh satu kelompok, perlu ada pembagian hasil yang baik dengan pemerintah daerah. Misalnya, penambangan nikel oleh PT Vale Indonesia. Ia mengaku apabila kontrak diperpanjang, pemerintah daerah akan meminta penambahan besaran bagi hasil. 

 

"Kalau diperpanjang kami minta bagian, dari 22 ribu kasih kami 5 ribu, karena dari bagi hasil itu PAD (pendapatan asli daerah) kami hanya Rp900 miliar," tutur mantan Wali Kota Palu itu.