EmitenNews.com - Banyak modus terkait aliran dana tidak wajar dari partai politik atau politikus maupun legislator yang ikut dalam kontestasi politik. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustivandana mengatakan temuannya, di antaranya terkait dana sumbangan yang melebihi batas, sumber yang ilegal maupun dari pihak-pihak terkait dengan tindak pidana.


Dalam keterangannya yang dikutip Sabtu (16/4/2022), Kepala PPATK Ivan Yustivandana mengatakan, temuan modus terkait aliran dana tidak wajar dari parpol, dan politisi itu, sesuai hasil analisis, riset, dan pemeriksaan yang dilakukan terkait kontestasi politik.


Yang juga memprihatinkan, banyak temuan PPATK itu, yang mengarah pada Tindak Pidana Pencucian uang (TPPU) atau money laundry yang mengalir ke political exposed person selama pemilu di periode sebelumnya.


PPATK bersama seluruh pemangku kepentingan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APUPPT) menjadi garda terdepan dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional. Tindakan pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT akan diperluas dengan memerangi kejahatan di bidang lingkungan atau Green Financial Crime (GFC).


PPATK pun terus berfokus mencegah dan memberantas TPPU dan TPPT dalam berbagai kasus. Selain memperkuat kualitas SDM seiring perkembangan teknologi digital, PPATK juga berusaha merealisasikan keanggotaan penuh Indonesia dalam Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF).


“Tujuannya, meningkatkan persepsi positif terhadap iklim investasi dan sistem keuangan Indonesia dan memperkuat confidence dan trust terhadap Indonesia dalam bisnis internasional,” kata Ivan Yustivandana.


Di luar itu PPATK akan memperkuat kualitas hasil analisis dan hasil pemeriksaan atas aliran dana transaksi keuangan untuk meningkatkan kontribusi terhadap pemasukan keuangan negara baik dalam bentuk denda maupun uang pengganti kerugian negara.


Yang menarik dicatat, selama periode 2018 – 2020, kata Ivan Yustivandana, PPATK turut membantu penerimaan negara melalui pemanfaatan hasil pemeriksaan yaitu denda sejumlah Rp10,85 miliar, uang pengganti kerugian negara Rp17,38 triliun, dan sejumlah aset yang telah disita. ***