KKP Siapkan Proyek Percontohan Budidaya Rumput Laut di Wakatobi, Gunakan Batok Kelapa

Pemerintah menyiapkan proyek percontohan modern untuk komoditi rumput laut di Wakatobi, Sulawesi Tenggara. dok. Republika.
EmitenNews.com - Pemerintah menyiapkan proyek percontohan modern untuk komoditi rumput laut di Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Menurut Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) TB Haeru Rahayu, pengembangan rumput laut di ikon pariwisata Sultra itu, mengedepankan kelestarian lingkungan dengan meminimalisir potensi mikro plastik, menggunakan batok kelapa.
"Proyek seperti ini, percontohan di Wakatobi dan Maluku Tenggara. Tapi sementara di Wakatobi dulu karena bapak Bupatinya yang paling respon cepat," ujar TB Haeru Rahayu kepada pers, di kawasan tambak BUBK Kebumen, Jawa Tengah, Jumat (10/3/2023).
Ini bagian dari target pemerintah untuk memasok produk hilir rumput laut dunia yang turut disorot Presiden Jokowi. Dengan begitu Indonesia bisa menyusul China sebagai pemasok rumput laut dunia.
Meski begitu ada kendala dalam pengembangan rumput laut. Salah satunya adalah bibit yang digunakan petani rumput laut tidak bagus sehingga mudah terserang penyakit.
Satu hal, pengembangan rumput laut di Wakatobi bakal mengedepankan kelestarian lingkungan dengan tidak menggunakan plastik sebagai tali mengikat rumput laut. Proyek ini menggunakan batok kelapa sebagai pengikat, sehingga meminimalisir potensi mikro plastik yang muncul di perairan.
"Tapi secara ekonomi ini masih mahal. Kalau plastik ini masih Rp500, batok Rp2.500. Masih cukup tinggi. Tapi kita masih cari tingkat keekonomian yang murah. Tapi isu lingkungan menjadi sangat penting," ujar TB Haeru Rahayu. ***
Related News

Pelemahan Data Non-Farm Payroll AS Angkat Rupiah

JP Morgan Percaya Paket Stimulus Bisa Dongkrak Ekonomi RI

Multi Medika (MMIX) Berencana Bagi Saham Bonus 1:1

Harga Emas Antam Hari ini di Level Rp2.060.000 per Gram

Penerbangan Internasional bawa Semarang Jadi Gerbang Baru Wisata

Dihuni 700 Juta Penduduk, Hanya 0,28 Persen Buku Ulas Asia Tenggara