EmitenNews.com - Kolano Moloku Kie Raha Kesultanan Ternate Wilayah Sanana, Taliabu Dan Mangoli, M. Bachri Ismail Soamole, Am, Ak menyampaikan pandangan-pandangannya menyikapi berbagai permasalahan, khususnya dalam Wilayah Adat Hak Ulayat, Sanana, Taliabu dan Mangoli. Sudah menjadi tanggung jawab seluruh rakyat maupun elemen Pemerintah pada berbagai level di Kabupaten Kepulauan Sula, maupun Taliabu dan Mangoli untuk turut serta membangun Kebesaran Adat yang selama ini tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat.


Dalam keterangannya pada Ahad (22/1/2023), Bachri Ismail Soamole mengungkapkan, sudah menjadi tradisi sosial yang terpelihara dalam kultur masyarakat Sanana, Taliabu dan Mangoli, bahwa komunitas masyarakat yang sudah sejak lama hidup berlandaskan pada Adat dan Budaya. Namun kondisi saat ini menurut pengamatan Kolano sangat miris. Seolah-olah Sanana, Taliabu dan Mangoli dianggap Pulau kosong (negeri tak berpenghuni).


Dengan demikian masyarakat pun turut serta tercerabut dari akar budayanya, hilang kepercayaan dan jati dirinya terhadap keyakinan akan nilai-nilai luhur yang sudah sejak lama ada secara turun temurun. Hal tersebut menurut Kolano sangat berpengaruh terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama mengenai tegaknya demokrasi di tengah-tengah rakyat.


Namun kondisi riil yang terjadi saat ini justru terbalik khususnya pada Wilayah Adat Hak Ulayat Sanana, Taliabu dan Mangoli. Hal ini pun sangat berpengaruh terhadap penyelenggaraan Pemerintah Formal yang berlandaskan Otonomi Daerah, yang dalam hal ini ruh dan jiwanya bersumber dari semangat kearifan lokal.


“Indonesia yang sangat kita cintai ini sangat kaya akan sumber daya alam, baik yang ada di permukaan tanah maupun yang terkandung dalam perut buminya. Meskipun kita kaya akan sumber daya alam yang luar biasa, namun manusia tetaplah menjadi key person dalam proses mengolah, menjaga dan melestarikannya,” kata M. Bachri Ismail Soamole.


Manusia yang maksud Kolano dalam hal ini adalah manusia yang beradat dan berbudaya terlebih pada Wilayah Adat Hak Ulayat Sanana, Taliabu dan Mangoli. Ada sebagian orang yang mengatakan bahwa Sanana, Taliabu dan Mangoli bukan Tanah Adat. Hal tersebut justru sangat bertentangan dengan landasan dan falsafah para leluhur. Hal itupun ditegaskan oleh Kolano yang mendapat mandat dari leluhur.


“Sejak saya diberi Kuasa/Mandat Nomor: 100/MKR-KT/II/2009, tertanggal 13 Februari 2009. Beliau (Almarhum) Kolano Moloku Kie Raha Kesultanan Ternate, Orang Tua Saya Drs. Hi Mudaffar Syah, M.Si. sudah mewasiatkan kepada saya untuk kembali menegakkan Adat Hak Ulayat di tiga Pulau Sanana, Taliabu dan Mangoli. Gugat siapapun yang mengatakan bahwa di Sula Besi atau Sanana, Taliabu dan Mangoli bukan Wilayah Ulayat,” katanya.


Kolano pun menyatakan akan tetap pegang teguh wasiat Almarhum terutama mengenai penegakan Hak Ulayat di Bumi Sula Besi, Sanana, Taliabu dan Mangoli. Di samping wasiat lainnya yang tidak diuraikan secara terperinci. Ia menegaskan akan turut mengawal jalannya penyelenggaraan Pemerintahan Daerah khususnya Wilayah Sanana, Taliabu dan Mangoli. Terutama mengenai beberapa kerja sama antara Pemerintah Daerah dalam hal kerjasama dengan beberapa pihak, dalam hal pemanfaatan dan pengolahan sumber daya alam di Sanana, Taliabu dan Mangoli yang merupakan Wilayah Adat Hak Ulayat sebagaimana dimaksud Kolano.


Kolano berpesan bahwa seluruh rakyat Sanana, Taliabu dan Mangoli adalah bagian dari Masyarakat Adat Moloku Kie Raha Kesultanan Ternate yang patut dihargai hak-haknya sebagaimana masyarakat di belahan daerah lain dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. ***