EmitenNews.com - Tiga petinggi Totalindo Eka Persada (TOPS) menjadi pesakitan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tiga pentolan perseroan itu, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penjualan tanah di Rorotan, Jakarta Utara. Ketiganya, ditahan 20 hari sejak 18 September 2024 hingga 7 Oktober 2024 mendatang. 

Tiga pengurus inti Totalindo Eka Persada terdiri dari Direktur Utama Donald Sihombing (DNS), Komisaris Saut Irianto Rajagukguk (SIR), dan Direktur Keuangan Eko Wardoyo (EKW). ”Berdasar informasi dari KPK diduga terdapat proses penjualan tanah di Rorotan diduga merugikan Negara. Namun masih dalam pendalaman KPK,” tukas Boaz Dody Farulian, Head of Corporate Secretary Division Totaling Eka Persada.

Donald Sihombing sebagai tersangka dalam kasus tersebut, tercatat menjadi direktur utama sejak penutupan rapat umum pemegang saham umum tahunan pada 11 Juli 2024. ”Mengenai pergantian direktur dan komisaris belum ada informasi,” imbuh Boaz. 

Kasus tersebut tidak berdampak negatif terhadap operasional, dan keuangan perseroan. Di mana, sampai 20 September 2024 kelangsungan proyek masih berjalan normal. Untuk keputusan yang sebelumnya dikelola direktur tersebut, perseroan akan memberikan kuasa kepada direktur lain. 

Nah, untuk mencegah kasusnya terulang di masa mendatang, perseroan akan terus berupaya untuk menerapkan tata kelola perusahaan secara baik. ”Perseroan telah melakukan investigasi terhadap kasus tersebut,” imbuhnya. 

Sebelumnya, pada Rabu, 18 September 2024, KPK menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara. Pengadaan tanah dilakukan Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) edisi 2019-2020.

Lima tersangka terdiri dari mantan Direktur Utama PPSJ Yoory Corneles Pinontoan (YCP), Senior Manager Divisi Usaha atau Direktur PPSJ Indra S. Arharrys (ISA), Direktur Utama Totalindo Donald Sihombing (DNS), Komisaris Totalindo Saut Irianto Rajagukguk (SIR), dan Direktur Keuangan Totalindo Eko Wardoyo (EKW).

Totalindo menawarkan tanah kepada Sarana Jaya. Pada Februari 2019, Totalindo akan membeli enam bidang tanah milik Nusa Kirana Real Estate (NRKE) di Rorotan seluas 11,7 hektare (ha) Rp950 ribu per meter persegi (m2). Transaksi itu, dikalkulasi sebagai pembayaran utang NRKE kepada Totalindo senilai Rp117 miliar. 

Selanjutnya, pada 18 Februari 2019, Totalindo mengirim kerja sama pengelolaan lahan seluas 11,7 hektare itu dengan skema kerja sama operasional (KSO) kepada Sarana Jaya dengan nilai penawaran Rp3,2 juta m2. Tawaran itu, langsung direspons Yoory sebagai direktur utama Sarana Jaya, dengan mengirim surat minat atas tawaran tersebut.  

Berdasar hasil negosiasi antara Yoory dan Donald Sihombing, harga tanah ditetapkan Rp3 juta per m2. Harga itu, jauh di atas harga wajar tanah Rp2 juta per m2 sesuai penilaian KJPP Wisnu Junaidi, yang ditunjuk Sarana Jaya.

Singkatnya, dari transaksi patgulipat itu, negara dirugikan Rp223 miliar. Itu dari pembayaran bersih Sarana Jaya kepada Totalindo Rp371 miliar. Lalu, dikurangi harga pembelian lahan kepada NKRE sejumlah Rp147,74 miliar. (*)