EmitenNews.com - Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor tidak terima atas penetapan status tersangka terhadap dirinya oleh KPK. Tersangka kasus korupsi itu, melayangkan gugatan praperadilan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. KPK siap menghadapi langkah hukum Sahbirin Noor. Sidang pertama gugatan praperadilan tersebut dijadwalkan pada Senin, 28 Oktober 2024.

Dalam keterangannya yang dikutip Sabtu (12/10/2024), Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, KPK akan menghadapi dan mengawal prosesnya melalui Biro Hukum sesuai aturan yang berlaku.

Tessa mengatakan pihaknya juga mempersilakan Sahbirin Noor untuk menempuh jalur hukum terkait penetapan status tersangka tersebut. "KPK mempersilakan penggugat untuk menggunakan hak melakukan gugatan praperadilan."

Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait penetapan status tersangka terhadap dirinya oleh KPK.

Gugatan praperadilan tersebut didaftarkan pada Kamis (10/10/2024) dengan nomor perkara 105/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL dengan klasifikasi perkara sah atau tidaknya penetapan tersangka.

Sidang pertama gugatan praperadilan tersebut dijadwalkan pada Senin, 28 Oktober 2024.

Sebelumnya, Selasa (8/10/2024), KPK mengumumkan penetapan status tersangka Gubernur Kalsel Sahbirin Noor dalam kasus suap lelang proyek di Kalimantan Selatan.

Bersamaan dengan itu, penyidik komisi antirasuah juga memberlakukan larangan keluar negeri terhadap Sahbirin Noor terkait dengan penyidikan dugaan korupsi tersebut. Status cekal tersebut diberlakukan sejak 7 Oktober 2024,  dan berlaku selama enam bulan ke depan.

Sedikitnya, ada tiga proyek yang dituduhkan dalam kasus korupsi dengan 7 tersangka, termasuk Gubernur Sahbirin Noor itu. Di antaranya, pembangunan lapangan sepak bola di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan senilai Rp23 miliar.

Lainnya, pembangunan Gedung Samsat Terpadu senilai Rp22 miliar, dan pembangunan kolam renang di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan dengan nilai Rp9 miliar.

KPK menduga terjadi rekayasa dalam lelang proyek tersebut, untuk memenangkan perusahaan tertentu. Itu dilakukan antara lain dengan cara membocorkan harga perkiraan sendiri dan kualifikasi perusahaan yang disyaratkan pada lelang.

Lainnya, merekayasa proses pemilihan e-katalog agar hanya perusahaan tertentu yang dapat melakukan penawaran, menunjuk konsultan yang terafiliasi dengan pemberi suap. Lalu, pelaksanaan pekerjaan sudah dikerjakan lebih dulu sebelum tanda tangan kontrak.

KPK sudah menetapkan 7 tersangka dalam kasus tersebut, lima di antaranya dari penyelenggara negara sebagai penerima suap. Dua lainnya dari pihak swasta sebagai pemberi suap.

Selain Sahbirin, KPK juga menetapkan status tersangka terhadap Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Kalsel Ahmad Solhan, Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Kalsel Yulianti Erlynah. Kemudian, Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad, dan Plt. Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalsel Agustya Febry Andrean.

Di luar itu, masih dua orang tersangka lainnya yang berasal dari pihak swasta, yakni Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto.

Para tersangka yang berstatus sebagai penyelenggara negara, dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan dua pihak swasta tersebut, penyidik KPK menjerat mereka dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. ***