EmitenNews.com - Kalangan buruh juga mengkritisi keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Presiden Partai Buruh sekaligus Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengaku sudah menyusun langkah untuk mengubah aturan yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo, Jumat (30/122022) itu. Isi Perppu dinilai tak jauh berbeda dengan Undang-Undang Cipta Kerja yang sebelumnya telah dinilai inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK).


Dalam konferensi pers secara daring, Minggu (1/1/2023), Said Iqbal mengatakan, Partai Buruh masih berdiskusi untuk mengambil langkah menyikapi Perppu itu. Kata dia, sedang dirapatkan untuk mempertimbangkan langkah hukum, judicial review.


Di luar langkah hukum yang sedang dimatangkan, kelompok buruh ini juga akan menempuh langkah gerakan. Maksudnya, siap menggelar aksi massa. Langkah terakhir yang akan ditempuh adalah pendekatan dalam arti lobi komunikasi dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Said berharap bisa bertemu Presiden Jokowi untuk memberikan masukan.


Said Iqbal membeberkan, sedikitnya ada 9 poin Perppu Ciptaker yang dikritisi kelompok buruh. Di antaranya, penetapan upah, outsourcing, ketentuan pesangon, pembatasan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), ketentuan pemutusan hubungan kerja (PHK), sanksi pidana, tenaga kerja asing (TKA), waktu kerja, dan cuti.


Sebanyak 9 poin tersebut sudah diserahkan kepada Presiden Jokowi. Said Iqbal mengatakan, masalah itu juga telah didiskusikan dengan tim Kadin Indonesia. Ia berharap, usulan itu yang diprioritaskan untuk dimasukkan ke Perppu.


Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada Jumat, 30 Desember 2022. Perppu ini menggantikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK.


Mewakili pemerintah, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, dengan keluarnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini diharapkan kepastian hukum bisa terisi dan ini menjadi implementasi dari putusan MK. Kepada pers, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Airlangga menambahkan, Perppu Cipta Kerja juga mendesak dikeluarkan karena Indonesia dan semua negara tengah menghadapi krisis pangan, energi, keuangan, dan perubahan iklim.


"Pertimbangannya adalah kebutuhan mendesak, pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global baik yang terkait ekonomi," kata Airlangga Hartarto.


Pada kesempatan yang sama, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan Perppu ini sekaligus menggugurkan status inkonstitusional bersyarat UU Cipta Kerja, seperti sudah dinyatakan Mahkamah Konstitusi. Perppu itu, kata mantan Ketua MK itu, setara dengan undang-undang di peraturan hukum kita.


Menurut Mahfud MD, pemerintah bisa mengeluakan Perppu itu, atas alasan adanya masalah mendesak. Beberapa alasan mendesak yang melatarbelakangi Perppu Cipta Kerja, menurut Menko Mahfud adalah dampak perang Ukraina-Rusia. Selain itu, ancaman inflasi dan stagflasi yang membayangi Indonesia. ***