EmitenNews.com - Analisis fundamental WIFI pada 9M 2025 mengungkapkan kisah dua kinerja: akselerasi operasional yang luar biasa dan margin bersih yang tertahan. 

Perusahaan secara fundamental bertransisi menjadi penyedia infrastruktur digital wholesaler (B2B), dan transisi ini membuahkan hasil operasional yang agresif. Data mencatat bahwa Laba Usaha (Operating Profit) WIFI melonjak hingga 127.18%, mencapai Rp 574,24 miliar.

Peningkatan efisiensi ini terlihat jelas pada margin, di mana Gross Profit Margin mencapai 67.9% dan Operating Margin berada di angka 56.5% pada kuartal ketiga 2025, menandakan manajemen biaya operasional yang sangat terampil.

Namun, lonjakan laba operasional tersebut tidak sepenuhnya diterjemahkan ke dalam laba bersih yang diatribusikan kepada pemegang saham induk, yang hanya tumbuh 71.03% menjadi Rp 260,09 miliar. 

Kesenjangan ini merupakan "rem" sementara yang sangat signifikan, yaitu Biaya Keuangan (Finance Costs). Biaya Keuangan WIFI mencapai Rp 204,60 miliar pada periode yang sama, melonjak 179.23% secara tahunan. 

Beban bunga yang tinggi ini mengindikasikan bahwa manajemen memilih untuk membiayai ekspansi operasional besar-besaran, termasuk pembangunan infrastruktur, melalui utang jangka pendek sebelum dana ekuitas dari Rights Issue direalisasikan. 

Kinerja keuangan historis mencatat pertumbuhan pendapatan tahunan Trailing Twelve Months (TTM) sebesar 52.93%, dari IDR 439.33 miliar menjadi IDR 671.85 miliar. 

Baca juga: WIFI Tembus Rp1T: Model Bisnis B2B Jadikan Surge Infrastruktur Elit!

Lebih lanjut, laba bersih historis TTM mengalami pertumbuhan sebesar 294.90%, dari IDR 58.54 miliar menjadi IDR 231.19 miliar, didorong oleh efisiensi yang sukses dalam menekan beban pokok penjualan, beban administrasi, dan biaya bunga.

Strategi pre-emptive ini adalah trade-off yang disengaja: menanggung biaya bunga jangka pendek demi mengamankan aset yang menghasilkan pendapatan di masa depan.

Meskipun biaya bunga menekan margin bersih, kondisi neraca WIFI justru menunjukkan ketahanan finansial yang kuat. Gearing Ratio perusahaan tercatat negatif (-0.17). 

Angka negatif ini menunjukkan posisi Kas Bersih (Net Cash), di mana kas dan setara kas (Rp 5,73 triliun) lebih besar dari total liabilitas neto perusahaan. Posisi ini bertindak sebagai financial shield (perisai finansial), memberikan keyakinan bahwa meskipun perusahaan mengambil utang, mereka siap secara finansial untuk menjalankan belanja modal (CapEx) transformatif melalui modal ekuitas, sehingga mengurangi ketergantungan pada utang di masa depan.

Disclaimer: Tulisan ini bukan ajakan jual/beli, tapi bahan diskusi biar lo makin pinter atur strategi. Do Your Own Research (DYOR)!