EmitenNews.com - Terjadi pemborosan dari permasalahan pemeriksaan badan usaha milik negara (BUMN) dan badan negara lainnya. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat nilai total pemborosan itu, mencapai Rp63,57 triliun. Pemborosan dilakukan lewat 353 temuan yang memuat sebanyak 572 permasalahan dari berbagai lini manajemen.

Hal ini terungkap dalam dokumen laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I tahun 2025 BPK, seperti dikutip Rabu (10/12/2025).

"Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan atas 41 objek pemeriksaan pada BUMN dan Badan Lainnya mengungkapkan 353 temuan yang memuat 572 permasalahan sebesar Rp63,57 triliun." Demikian laporan tersebut.

BPK mencatat, permasalahan tersebut meliputi sebanyak 280 kasus kelemahan satuan pengawasan intern (SPI) dan 191 permasalah ketidakpatuhan senilai Rp20,22 triliun, serta 101 permasalahan 3E (ketidakefisienan, ketidakhematan, ketidakefektifan) senilai Rp43,35 triliun.

Permasalahan menyasar ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang pada akhirnya membuat kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan senilai total Rp20,22 triliun.

Untuk ketidakhematan senilai Rp40,6 triliun, serta ketidakefektifan terhitung mencapai Rp2,69 triliun.

Selama proses pemeriksaan sejak awal tahun hingga Juni 2025, entitas yang diperiksa telah menindaklanjuti ketidakpatuhan tersebut. Namun, mereka baru menyerahkan aset atau menyetor ke kas negara/perusahaan sebesar Rp4,52 miliar. 

Satu hal, BPK menggarisbawahi, nilai pemborosan tersebut belum termasuk dalam permintaan instansi penegak hukum dalam hasil penghitungan kerugian negara (PKN) pada perusahaan pelat merah.

Permintaan tersebut dilakukan dalam rangka penanganan kasus tindak pidana korupsi, yang menghasilkan total nilai kerugian negara mencapai sebesar Rp70,96 triliun.

Sebagai tindak lanjut dari PKN, BPK juga telah memberikan keterangan ahli di lingkungan BUMN sebanyak 23 kali pada 12 kasus di tahap penyidikan serta 26 kali pada 7 kasus di tahap persidangan tindak pidana korupsi.

Permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan di BUMN

Sebelumnya Kepala Badan Pemeriksa Keuangan Isma Yatun mengungkapkan adanya permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan yang terjadi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Nilainya mencapai Rp43,35 triliun.

"Permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan terutama pada BUMN dan badan lainnya dengan nilai sebesar Rp43,35 triliun," ungkap Isma Yatun saat menyampaikan laporan IHPS I 2025 dalam rapat Paripurna DPR RI di Gedung parlemen, Jakarta pada Selasa (18/11/2025).

Dalam kesempatan ini, Isma Yatun juga menekankan peran sentral BPK dalam mendukung upaya penyelamatan keuangan negara sebesar Rp69,21 triliun selama Semester I Tahun 2025. 

Nilai tersebut terdiri atas pengungkapan permasalahan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan sebesar Rp25,86 triliun. Lalu, pengungkapan permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan penggunaan anggaran, terutama pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Lainnya, sebesar Rp43,35 triliun.

Senilai Rp1,04 triliun di antaranya telah berhasil dikembalikan ke kas negara atau daerah atau perusahaan saat pemeriksaan berlangsung.

BPK juga turut berperan dalam memperbaiki tata kelola keuangan negara diantaranya melalui komitmen untuk mendukung pemberantasan korupsi lewat penghitungan kerugian negara.