EmitenNews.com - Program 3 juta rumah menjadi prioritas pemerintahan Prabowo-Gibran mendapat dukungan lintas kementerian. Itu terungkap dalam dialog interaktif sesi kedua Program 3 Juta Rumah, Gotong Royong Membangun Rumah untuk Rakyat garapan Bank Tabungan Negara (BBTN). Agenda itu hasil kolaborasi dengan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) di Jakarta, Jumat, 29 November 2024.

Hadir Menteri PKP Maruarar Sirait, Wamen PKP Fahri Hamzah, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan P Roeslani, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, Wakil Menteri Lingkungan Hidup Diaz Hendropriyono dan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae.

Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengaku siap untuk mendukung rencana Kementerian PKP menaikkan kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). “Kami menyambut baik upaya PKP menaikkan kuota KPR Subsidi dari biasanya sekitar 200 ribu menjadi 800 ribu. Kami sedang mendiskusikan secara teknis untuk pelaksanaannya. Kami harap ini bisa menjadi keputusan presiden,” tutur Nixon.

Nah, dari sisi pendanaan, Nixon mengungkapkan, kenaikan kuota FLPP menjadi 800 ribu unit akan memerlukan lebih dari Rp70 triliun, jauh lebih besar dari pendanaan FLPP saat ini hampir Rp30 triliun. Kalau skema pembagian proporsi diubah menjadi 50-50 persen antara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan perbankan, BTN butuh alternatif sumber pendanaan di luar dana pihak ketiga (DPK) reguler. 

Salah satunya penerbitan obligasi dan pinjaman luar negeri yang nilainya bisa mencapai sekitar Rp10 triliun hingga Rp12 triliun. “Selain menyiapkan DPK, kami ingin menerbitkan bonds (obligasi), namun usulan kami supaya obligasi bisa dijamin pemerintah, sehingga akan lebih murah untuk kami dan size didapat bisa lebih besar. Kami juga akan mencari kanal-kanal pinjaman luar negeri, dan saat ini kami sedang banyak bertemu dengan investor,” ungkap Nixon.

Sebagai salah satu upaya untuk merealisasikan Program 3 Juta Rumah, Kementerian PKP memiliki rencana untuk meningkatkan kuota FLPP menjadi 800 ribu unit rumah pada 2025 dari saat ini 220 ribu unit. Rencana itu, juga mendapat sinyal dukungan dari Kementerian Keuangan selaku pengatur anggaran negara.

Menteri PKP Maruarar Sirait mengatakan, rencana peningkatan kuota FLPP dilakukan untuk memecah masalah keterbatasan kuota di tengah lonjakan permintaan konsumen. Setidaknya ada sekitar 46 ribu aplikasi sudah mendapat persetujuan KPR dari BTN namun masih mengantre kuota FLPP dari negara. Program disukai semua stakeholder perumahan FLPP, tapi kuota terbatas. 

”Padahal, kredit macetnya kecil sekali. Sebetulnya program paling bagus adalah melakukan sesuatu yang semuanya senang sehingga kita bekerja dengan gembira. FLPP ini program berhasil, dan kalau ada program dari zaman sebelumnya yang bagus, tidak apa-apa kita teruskan,” tukas Ara sapaan akrab Maruarar Sirait.

Berdasar rencana Kementerian PKP, skema pembagian porsi pembiayaan FLPP akan diubah menjadi 50 persen dari negara, dan 50 persen dari perbankan agar tidak membebani keuangan dengara, dengan penambahan masa atau tenor kredit menjadi 30 tahun supaya angsuran menjadi lebih terjangkau bagi masyarakat. Saat ini, pembagian proporsi dukungan FLPP masih 75 persen dari APBN, dan 25 persen dari perbankan, dengan tenor selama 20 tahun. 

Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah menambahkan, Program 3 Juta Rumah dilandasi keprihatinan Presiden Prabowo dengan perhatian serius untuk menyisir masyarakat terbawah di Indonesia, yang tidak terdata, dan tidak memiliki rumah karena kondisi ekonomi sangat lemah, sehingga terpaksa tinggal di pemukiman kumuh perkotaan, menggelandang, atau tinggal di rumah tidak layak huni.

“Misinya, bukan hanya membangun rumah, tetapi memberantas kemiskinan. Indonesia akan mencapai 100 tahun kemerdekaan, tapi masih banyak rumah tidak memiliki fasilitas mandi-cuci-kakus (MCK), sehingga orang buang air di sungai. Kami sebagai pejabat datang dan pergi, waktu kami punya itu singkat, sehingga tidak ingin main-main ketika mendapat mandat dari rakyat,” ucap Fahri.

Pada kesempatan sama, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengaku, pihaknya akan berdiskusi dengan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia untuk mendukung regulasi soal likuiditas jangka panjang untuk BTN sebagai bank pelaksana FLPP. Kementerian BUMN berharap obligasi BTN dapat dijamin pemerintah. “Kami sedang mencari cara apakah BTN bisa menerbitkan obligasi hingga 15 tahun agar BTN bisa memiliki pendanaan hingga Rp150 triliun per tahun. Tidak mudah, tapi kita akan cari skemanya. Idealnya, usulan kami yakni obligasi yang diterbitkan BTN dapat dijamin pemerintah,” ujar Kartika.

Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, Kemenkeu menerima rencana peningkatan kuota FLPP, dan akan didiskusikan dalam pembahasan RAPBN 2025. Selain itu, Kemenkeu juga mendukung sumber pendanaan alternatif untuk bisa mendukung pembiayaan jika skema pembiayaan diubah. “Untuk bisa me-redesign FLPP, kita perlu menyesuaikan aturan-aturan ada, dan penambahan kuota akan masuk ke pembahasan tahun depan karena ada hitungan berapa belanja, penerimaan, dan lain-lain,” jelas Suahasil.

Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut mendukung upaya mewujudkan Program 3 Juta Rumah. OJK memastikan, implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang hapus tagih kredit macet di bank BUMN akan membantu menyelesaikan masalah yang dikeluhkan para pengembang mengenai kesulitan calon debitur mengajukan KPR Subsidi karena memiliki utang macet di pinjaman online (pinjol).

“Kalau dihapus tagih, otomatis (kredit macet) para petani dan nelayan yang tercatat di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK akan terhapus bersih. Ini akan membantu untuk mengajukan kredit termasuk kredit perumahan,” tegas Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (*)