Masih Relevankah Slogan “Saham is The Best Choice”?
Stevan Manihuruk penulis opini
Kapan semua permasalahan tersebut akan bisa teratasi, masih menjadi tanda tanya besar. Tahun 2025 ini oleh banyak ahli, ternyata diprediksi masih akan menjadi tahun yang berat, bahkan bisa jadi lebih buruk dari tahun lalu. Dengan kata lain, nada pesimisme masih lebih menggema daripada optimisme.
Memanfaatkan peluang
Pada kondisi demikian, menjadi pertanyaan besarnya, masih relevankah slogan “saham is the best choice”? Jawabannya tentu bergantung pada masing-masing orang. Di tengah lesunya pasar saham seperti saat ini, barangkali akan banyak orang yang menahan diri atau bahkan menyerah lalu menarik diri.
Mereka mungkin akan mencoba mencari peruntungan di instrumen investasi lain yang dianggap lebih menjanjikan. Masa depan pasar saham dianggap tidak ada harapan agi, sehingga harus cepat-cepat keluar menyelamatkan diri, sebelum kerugian kian membesar.
Sementara itu, sebagian orang memilih untuk tetap bertahan meskipun harus menghadapi badai ketidakpastian. Selalu ada optimisme bahwa di dalam kondisi apapun, pasar saham akan selalu menawarkan peluang-peluang yang bisa menghasilkan keuntungan.
Tetap diyakini bahwa semua musim pasti akan berlalu sekaligus berganti. Fase-fase membosankan bahkan mencemaskan di pasar saham seperti saat ini pasti akan ada ujungnya. Paling penting adalah menjaga psikologi agar tetap “waras” dan bersabar sembari bersiap-siap seandainya terjadi situasi yang paling buruk.
Para investor sukses selalu menasihatkan dan mengingatkan bahwa peluang terbesar untuk bisa menghasilkan banyak keuntungan di pasar saham justru saat terjadi krisis, saat kebanyakan orang sudah sangat pesimis dan putus asa.
Saat itu terjadi, pasar saham biasanya menjadi sangat tidak rasional. Harga-harga saham akan terjun bebas akibat kebanyakan orang berlomba menjual sahamnya di harga berapapun.
Pada kondisi seperti itulah, para investor yang rasional akan beraksi dan membeli sebanyak-banyaknya saham-saham perusahaan bagus di harga yang sangat terdiskon.
Bila itu sudah dilakukan, maka tugas berikutnya adalah tinggal menunggu dengan sabar harga sahamnya akan kembali ke harga “normal”. Saat itu terjadi, keuntungan sudah siap dipanen.
Logika sederhana seperti ini memang terlihat mudah untuk dipahami, meskipun harus diakui sangat sulit dijalani. Sikap dan tindakan kita sebagai manusia lebih sering dipengaruhi oleh sisi emosional daripada rasional. Saat mayoritas orang optimis, kita ikut optimis. Ketika orang lain menjadi sangat pesimis, kita pun ikut pesimis.
Seorang calon investor sukses harus mampu mengendalikan hati dan fikirannya agar tetap rasional, tanpa harus ikut-ikutan terbawa situasi dan emosi pelaku pasar saham. Dari sanalah akan muncul peluang-peluang yang berpotensi menghasilkan banyak keuntungan.
Akhirnya, semoga dalam kondisi baik atau buruk kondisi pasar saham kini dan nanti, kita masih akan setuju dan mantap mengamini slogan Pak Lo yang mengatakan “saham is the best choice”
Related News
Perspektif Islam: Menyelaraskan Investasi Saham dengan Nilai Syariah
Inilah Sektor-Sektor yang Terdampak Program Pembangunan 3 Juta Rumah
Pajak Opsen Kendaraan Bermotor: Benarkah Menambah Beban Baru?
Unusual Market Activity, Bagaimana Investor Perlu Menghadapinya?
Banyak Faktor! Mari Terawang Prospek IHSG Tahun 2025
Pengenalan Saham di SD, Mencetak Investor Cerdik atau Penjudi Cilik?