Menilik Prospek Pasar Saham Indonesia, Ditengah Potensi Lonjakan Inflasi

Menurut Ashmore, ada potensi lonjakan angka inflasi seperti yang telah disebutkan di atas yang tidak bisa dihindari. Kenaikan terbesar akan terjadi pada 2Q22 mengingat kondisi pada saat ini. "Seiring dengan kenaikan harga bensin, ada kemungkinan bahwa kenaikan ini akan disalurkan ke barang konsumsi lainnya karena mempengaruhi biaya transportasi dan logistik," ungkap Ashmore.
Dalam pandangan Ashmore, jika BI ingin menyesuaikan suku bunganya ke atas, dua bulan ini kemungkinan akan menjadi waktu yang tepat untuk melakukannya. "Namun, seperti yang kami sebutkan dalam komentar kami sebelumnya, indikator makro Indonesia seperti neraca perdagangan terus terlihat sangat solid, sehingga BI mungkin akan mempertahankan kebijakan pengetatan," Ashmore menambahkan.
Ashmore mempertahankan rekomendasi alokasi ekuitasnya, bahwa "Selama siklus inflasi tinggi, yang terbaik adalah tetap menggunakan aset lindung nilai inflasi yang tersedia melalui kelas aset ekuitas, melebihi kelas aset obligasi. Ini berlaku untuk tahun penuh 2022 tetapi lebih khusus di 2Q22," papar Ashmore.
"Meskipun ekuitas Indonesia mencapai level indeks baru yang lebih tinggi, kami terus melihat bahwa penurunan premi risiko di Indonesia akan diterjemahkan ke dalam valuasi yang lebih tinggi." (Ashmore)
Related News

Raksasa Kosmetik China mau Caplok Saham MBTO, Ini Arah Bisnisnya

IHSG Ditutup Melemah 0,19 Persen ke Level 8.051, Ini Faktornya

Chery Komitmen Tambah Investasi untuk Tingkatkan Produksi

Proyek Waste to Energy Akan Dimulai di 10 Titik

Penerimaan dari Bea Cukai Hingga September 2025 Capai Rp221,3 Triliun

Wall Street Loyo, IHSG Susuri Zona Merah