EmitenNews.com - Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menindak tegas perusahaan nakal. Mentan membawa ke jalur hukum, empat perusahaan penyedia pupuk palsu, dan 23 perusahaan pupuk yang tak sesuai standar. Mereka merugikan petani hingga Rp3,2 triliun, dan menghambat terwujudnya swasembada pangan.

Kepada pers, di Jakarta, Selasa (26/11/2024), Mentan Amran menjelaskan, perusahaan pupuk palsu dan tak sesuai standar tersebut diketahui berdasarkan laporan yang diterimanya. Pihaknya segera melakukan uji laboratorium yang membuktikan bahwa perusahaan itu hanya menggunakan Nitrogen, Phosphorus, dan Potassium (NPK) yang di bawah 1 persen. Padahal minimal penggunaan NPK pada pupuk yakni 15 persen.

"Pupuk yang palsu maupun pupuk yang spesifikasinya kurang itu semua merugikan petani. Kami minta mulai hari ini ditindaklanjuti (proses hukum)," kata dia.

Tidak cukup sampai di situ. Mentan juga memasukkan para pemilik perusahaan dalam daftar hitam (blacklist). Walaupun membuat perusahaan baru, pihaknya tidak akan menerima kerja sama sebagai vendor di Kementerian Pertanian.

Menteri Amran menjelaskan, angka kerugian itu dihitung berdasarkan biaya rata-rata pengelolaan lahan yang dikeluarkan oleh petani di Indonesia yakni Rp19 juta per hektare.

Jika diakumulasikan, dari pupuk palsu dan pupuk dengan spesifikasi rendah, total kerugian masing-masing mencapai Rp600 miliar dan Rp3,2 triliun.

"Karena petani mengeluarkan biaya untuk pembibitan, pupuk, pengelolaan tanah, dan seterusnya. Itu kurang lebih per hektare Rp19 juta," ujarnya.

Di luar itu semua, Mentan juga sudah menonaktifkan 11 pegawai di Kementerian Pertanian, yang terdiri atas eselon II dan III, serta pegawai yang memproses pengadaan pupuk tersebut. "Bila perlu kami kirim ke penegak hukum."

Langkah tegas Menteri Amran itu, bagian dari upaya mewujudkan Astacita dari Presiden Prabowo, yakni untuk menyukseskan swasembada pangan, kurang dari empat tahun

Presiden Prabowo Subianto meyakini Indonesia bisa mewujudkan swasembada pangan atau kemandirian dalam memenuhi kebutuhan pangan bagi masyarakatnya paling lambat empat hingga lima tahun ke depan. ***