Secara umum, lanjutnya, ada empat faktor yang dapat mendukung premis bahwa prospek industri semen akan lebih baik tahun ini dibanding tahun lalu. Faktor tersebut adalah normalisasi harga energi dan kompetisi yang semakin kondusif setelah konsolidasi industri, setelah rampungnya akuisisi SMCB dan SMBR oleh SMGR, serta perjanjian sewa dan penggunaan aset Semen Bosowa oleh INTP.

 

Dia mengatakan dua faktor lain adalah utilisasi pabrik yang sudah sangat rendah sehingga kemungkinan akan membaik, serta potensi pemangkasan suku bunga acuan dapat mendorong permintaan properti oleh publik. Tahun ini, Emma memprediksi pertumbuhan kinerja penjualan semen, akan tetap tumbuh meskipun tidak besar (single digit, di kisaran 0%-5%), dibanding tahun lalu yang turun (-3%).

 

“Pertumbuhan penjualan semen itu, ditambah masih menjanjikannya konsumsi rumah tangga nasional, diprediksi akan turut menopang ketahanan perekonomian nasional.”

 

Harga saham perusahaan-perusahaan di pasar, seperti halnya produsen semen, masih tertekan. Saat ini, harga INTP masih berada di kisaran Rp 5.500-Rp 5.900 (-2% YTD) dan SMGR di kisaran Rp 9.500-Rp 10.000 (-11% YTD).

 

Dia juga optimistis saham semen masih sangat menarik untuk investor asing, mengingat kinerja keuangannya memiliki profitabilitas tinggi (margin laba kotor-GPM ~30%) dibanding industri semen global, terutama China dan negara Asia lain (~15%). Kinerja itu, tutur Emma, berbalik dari valuasi harga sahamnya di pasar di mana valuasi produsen semen lokal masih lebih murah (~20x PE ratio) dibanding negara Asia lain (~35x PE ratio).

 

Saat ini di pasar saham, pelaku pasar sedang beradaptasi dengan proses normalisasi batas maksimal penurunan harga saham di pasar (auto reject bawah/ARB).

 

Michael Sidabutar, Deputy Head of Content Marketing Mirae Asset, mengatakan di tengah kebijakan normalisasi ARB tersebut, Mirae Asset kembali menggelar kompetisi trading online saham terbesar yaitu HOTS Championship Season 11 (HCS 11), dengan total hadiahnya yang mencapai Rp 2 miliar. Melalui HCS 11, dia berharap gejolak pasar yang terjadi dapat ditopang oleh peningkatan transaksi nasabah.

 

“Gejolak tersebut terutama bertepatan dengan momentum awal Juni ini di mana batas ARB mulai diubah normal kembali dari sebelumnya yang masih pada relaksasi, atau ‘mode pandemi’. Semoga transaksi investor dan trader di pasar saham dapat naik baik dari sisi nilai, frekuensi, dan volume.”