EmitenNews.com - Bank Indonesia melaporkan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV 2022 mencatat surplus 4,7 miliar dolar AS. Capaian ini meeningkat dibanding kinerja triwulan sebelumnya yang tercatat defisit 1,3 miliar dolar AS.


BI menyebut kinerja NPI triwulan IV 2022 yang tetap solid dan mampu menopang ketahanan eksternal Indonesia ini ditopang oleh surplus transaksi berjalan yang tinggi dan perbaikan defisit transaksi modal dan finansial.


Transaksi berjalan kembali mencatat surplus, didukung oleh surplus neraca perdagangan barang yang tetap tinggi. Transaksi berjalan kembali mencatat surplus sebesar 4,3 miliar dolar AS (1,3% dari PDB), melanjutkan capaian surplus pada triwulan sebelumnya sebesar 4,5 miliar dolar AS (1,3% dari PDB).


"Kinerja transaksi berjalan tersebut bersumber dari surplus neraca perdagangan nonmigas yang terjaga, didukung oleh harga komoditas ekspor yang tetap tinggi," kata Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono dalam siaran persnya, Senin (20/2).


Selain itu, defisit neraca perdagangan migas menurun seiring dengan tren penurunan harga minyak dunia, di tengah kecenderungan peningkatan kebutuhan bahan bakar pada periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Natal dan Tahun Baru.


Defisit neraca jasa membaik ditopang kenaikan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara sebagai dampak positif penyelenggaraan berbagai event internasional selama periode laporan dan pola musiman akhir tahun.


Surplus transaksi berjalan juga ditopang oleh peningkatan surplus neraca pendapatan sekunder bersumber dari kenaikan penerimaan hibah Pemerintah. Sementara itu, defisit neraca pendapatan primer meningkat, dipengaruhi oleh pembayaran imbal hasil investasi kepada investor asing yang meningkat sejalan dengan siklus bisnis dan tren kenaikan suku bunga.


"Kinerja transaksi modal dan finansial membaik terutama ditopang oleh peningkatan investasi langsung," jelas Erwin. Transaksi modal dan finansial mencatat perbaikan dari defisit 5,5 miliar dolar AS (1,6% dari PDB) pada triwulan III 2022 menjadi defisit 0,4 miliar dolar AS (0,1% dari PDB) pada triwulan IV 2022.


Kinerja positif ini terutama ditopang oleh investasi langsung yang membukukan peningkatan surplus sejalan dengan optimisme investor terhadap prospek perbaikan ekonomi dan iklim investasi domestik yang terjaga. Tekanan aliran keluar neto investasi portofolio juga mulai berkurang seiring dengan arus masuk di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik yang mulai berlangsung sejak pertengahan triwulan IV 2022.


Selain itu, transaksi investasi lainnya mengalami penurunan defisit antara lain disebabkan oleh penarikan penempatan swasta di tengah peningkatan kewajiban pembayaran utang luar negeri.


Perkembangan NPI secara keseluruhan tahun 2022 mencatat surplus didorong oleh kinerja ekspor yang makin kuat sehingga menopang ketahanan sektor eksternal.


Surplus transaksi berjalan tahun 2022 naik signifikan mencapai 13,2 miliar dolar AS (1,0% dari PDB) dibandingkan dengan capaian surplus tahun 2021 sebesar 3,5 miliar dolar AS (0,3% dari PDB). Kinerja tersebut terutama didukung oleh peningkatan ekspor sejalan dengan harga komoditas global yang masih tinggi dan permintaan atas komoditas Indonesia yang tetap baik, di tengah impor yang juga meningkat seiring perbaikan ekonomi domestik.


Sementara itu, transaksi modal dan finansial tahun 2022 mencatat defisit 8,9 miliar dolar AS seiring dengan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. Dengan perkembangan tersebut, NPI secara keseluruhan tahun 2022 kembali membukukan surplus sebesar 4,0 miliar dolar AS, setelah pada tahun sebelumnya mencatat surplus 13,5 miliar dolar AS.


Posisi cadangan devisa pada akhir Desember 2022 tetap kuat yakni sebesar 137,2 miliar dolar AS atau setara dengan pembiayaan 5,9 bulan impor dan utang luar negeri pemerintah serta berada di atas standar kecukupan internasional.


Ke depan, Bank Indonesia senantiasa mencermati dinamika perekonomian global yang dapat memengaruhi prospek NPI dan terus memperkuat bauran kebijakan yang didukung sinergi kebijakan yang erat dengan Pemerintah dan otoritas terkait guna memperkuat ketahanan sektor eksternal.(*)