EmitenNews.com -Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) semakin menggencarkan implementasi Sistem Resi Gudang (SRG) Perikanan di berbagai daerah. Melalui SRG, pelaku usaha dapat melakukan tunda jual untuk mendapatkan harga jual optimal sekaligus menggunakan stok komoditas sebagai agunan atau underlying asset untuk mengakses kredit resi gudang dari perbankan.

 

Tercatat hingga Mei 2023 telah terbit 44 Resi Gudang Ikan dan Rumput Laut dengan total volume sebesar 1.007,7 ton dan total nilai mencapai Rp44,28 miliar dengan total nilai pembiayaan sebesar Rp27,1 miliar. 

 

"Dari 44 resi tersebut, 34 resi merupakan Resi Gudang Ikan dengan volume 277,8 ton dan nilai Rp24,03 miliar dengan nilai pembiayaan Rp15,80 miliar.  Sedangkan sisanya, 10 resi adalah Resi Gudang Rumput Laut dengan volume 729,9 ton dan nilai Rp20,25 miliar dengan nilai pembiayaan Rp11,3 miliar," ujar Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDS), Budi Sulistiyo melalui keterangan tertulis, Senin(12/6/2023) 

 

Budi menegaskan KKP gencar mendorong implementasi SRG, salah satunya di Sulawesi Selatan dengan pengembangan komoditas ikan, telur ikan terbang, rumput laut dan karagenan. Dikatakannya, KKP menggandeng para pelaku usaha perikanan untuk terlibat dalam pelaksanaan Sistem Resi Gudang (SRG) tersebut.  

 

"Ini keseriusan KKP menjadikan hilirisasi sebagai pendukung pelaksanaan program prioritas, yang diwujudkan dengan menjadikan komoditas perikanan sebagai salah satu komoditas yang dapat diresigudangkan," tegas Budi. 

 

Senada, Direktur Logistik Ditjen PDS Berny A Subki mengatakan sosialisasi SRG di Makassar beberapa waktu lalu merupakan kolaborasi dengan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan. Kegiatan ini jadi bukti komitmen bersama untuk mengembangkan SRG sesuai perjanjian kerja sama sejak tahun 2020. 

 

"Hingga saat ini telah dilakukan sosialisasi di 12 lokasi, termasuk di Sulawesi Selatan," terang Berny. 

 

SRG sendiri dilatarbelakangi fluktuasi pasokan ikan (termasuk rumput laut) yang dapat berdampak pada harga ikan, seperti jatuhnya harga pada saat musim panen. Sementara pada masa itu, para nelayan atau pembudidaya sangat memerlukan permodalan untuk tetap melakukan proses produksi demi memenuhi kebutuhan hidupnya.  Sebaliknya pada saat paceklik (tidak musim) harga ikan (termasuk rumput laut) cenderung tinggi. Saatnya SRG untuk melepas produknya ke pasar sehingga para nelayan atau pembudidaya dapat ikut menikmati delta perubahan harga tersebut sebagai keuntungan dari tunda jual.

 

"Perlu ada manajemen waktu penyimpanan saat produksi dan waktu pelepasan saat tidak berproduksi untuk tetap memenuhi kebutuhan pasar yang diatur pemenuhannya secara kontinyu," jelas Berny.