“Sekarang, banyak perusahaan terbuka yang sudah delisting, tapi secara legal masih ada terdaftar di Kemenkumham, tapi pengurus dan aktivitas sudah sulit diketahui. Nah, ini harus ada jalan keluarnya sebab masih punya investor di pasar,” kata dia dalam paparan media secara daring, Kamis (09/12/2021).

 

Ia menjelaskan, langkah pertama terkait hal itu diatur dalam POJK 3 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Pasar Modal. Dalam beleid itu, mewajibkan perusahaan delisting secara paksa untuk melakukan pembelian kembali sahamnya atau buy back saham publik.

 

“Kita akan lihat apakah perusahaan, manajemen dan pengendali perusahaan dapat melakukanya. Jika tidak mampu, maka Kita lihat Kejagung punya kewenangan pembubaran kepentingan umum. Kepentingan umumnya apa, yakni pemegang saham yang selama bertahun-tahun tidak mendapat manfaat dari investasinya,” beber dia.

 

Pada tahap ini, jelas dia, OJK akan mendorong Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara untuk permohonan pembubaran atau kepailitan. Tapi langkah ini tentunya juga punya tantangan tersendiri. “Memang akan kesulitan menjual aset oleh likuidator, termasuk ada sengketa atas aset yang likuidasi, ini memang tantangan likuidator,” jelas dia.

 

Kalau pun terdapat aset yang didapat, lanjut dia, hasil likudasi tersebut terlebih dahulu memenuhi kewajiban perusahaan tersebut. Sedangkan pemegang saham atau investor akan mendapat giliran terakhir dari hasi likuidasi. “Harus diingat, pemegang saham akan mendapatkan bagian paling akhir, ini risikonya,” tegas dia.

 

Namun bagi pemegang saham pengendali dan manajemen emiten tersebut, kata dia, masih akan mendapat pemeriksaan atas penyebab dari masalah yang menimbulkan kelangsungan usaha perusahaan itu terganggu.  

 

“Kita juga lihat siapa penyebab masalah di emiten itu, bisa pengendali, bisa manajemen. Kalau disebabkan manajemen atau pengendali, maka orang itu akan dilarang kembali masuk sistem pasar modal,” pungkas dia.