Di sisi lain, Koordinator Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER),  Pius Ginting enyoroti masuknya beberapa aktivitas pertambangan dan penggalian, terutama mineral kritis, ke dalam kategori ‘hijau’. Beberapa aktivitas pertambangan dan penggalian yang dapat diberikan kategori ‘hijau’ merupakan beberapa hasil tambang yang dianggap dapat menjadi bahan baku produk ‘hijau’ atau pendukung upaya transisi.

 

“Aktivitas pertambangan dan penggalian pasir kuarsa dan nikel, misalnya, masih dapat dikategorikan sebagai aktivitas ‘hijau’ jika terbukti mampu menyuplai bahan baku untuk produk hijau. Padahal, secara umum aktivitas pertambangan lingkungan memiliki dampak negatif bagi lingkungan sekitar sehingga menimbulkan kontradiksi dalam pemenuhan EO (Environmental Objectives) yang disebutkan dalam TBI” kata Pius.

 

Selain itu, ia juga menyinggung aktivitas pertambangan/penggalian yang masih masuk kategori ‘transisi’ walaupun memiliki jejak emisi karbon yang intensif, misalnya pertambangan lignit.

 

“Aktivitas pertambangan lignit seharusnya bahkan tidak masuk dalam kategori ‘transisi’, lignit adalah jenis atau rank batu bara paling intensif karbon – mencapai 101,2 tCO2/TJ.”  tambahnya