OJK Nilai Iklim Berusaha di Indonesia Masih Hadapi Hambatan Struktural

Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan. dok. OJK.
EmitenNews.com - Iklim berusaha di Indonesia masih menghadapi hambatan struktural. Karena itu, diperlukan kolaborasi semua pemangku kepentingan untuk mewujudkan perbaikan tata kelola, manajemen risiko, dan kepatuhan.
Demikian Ketua Dewan Audit Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sophia Wattimena mengatakan hal tersebut di Jakarta, Selasa (19/8/2025).
Untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman para pelaku usaha, terutama di sektor jasa keuangan, terkait tata kelola, manajemen risiko, dan kepatuhan (governance, risk management, and compliance), OJK rutin menggelar Risk and Governance Summit (RGS) sejak 2013.
“Skor keseluruhan Indonesia pada Business Ready Index (B-Ready) 2024 masih berada di bawah rata-rata global, menunjukkan bahwa iklim usaha di Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan struktural,” ucap Sophia Wattimena.
Dalam laporannya, Bank Dunia (World Bank) menilai kemudahan berbisnis di Indonesia menurut tiga pilar indikator, yakni Regulatory Framework (Kerangka Peraturan), Public Services (Layanan Publik), dan Operational Efficiency (Efisiensi Operasional), dalam 10 detail topik yang berkaitan dengan kegiatan usaha.
Melalui penilaian itu, Indonesia mendapatkan skor 64 pada Pilar Regulatory Framework, lebih rendah dari rata-rata global sebesar 65,53.
Skor lebih rendah juga didapatkan Indonesia pada Pilar Operational Efficiency, yakni senilai 61, dibandingkan rata-rata global sebesar 63,95.
Pada Pilar Public Services, Indonesia mendapatkan skor 63, lebih tinggi daripada rata-rata global senilai 49,73.
“Indonesia masih menghadapi kesenjangan dalam efisiensi layanan publik, akses ke layanan keuangan, dan regulasi bisnis,” ujar Sophia, yang juga merupakan Anggota Dewan Komisioner OJK.
Selain hambatan terkait kemudahan berbisnis, Sophia Wattimena juga menyoroti adanya tantangan tata kelola dalam mengatasi korupsi di Indonesia.
Indonesia menempati peringkat 99 dari 180 negara yang disurvei oleh lembaga internasional Transparency International dengan skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perceptions Index (CPI) sebesar 37 dari 100 pada 2024.
“Skor tersebut tidak dapat dilepaskan dari angka Incremental Capital Output Ratio (ICOR/rasio investasi terhadap pertumbuhan ekonomi) Indonesia yang masih berada di angka 6,3, menunjukkan bahwa efisiensi investasi masih perlu dioptimalkan,” katanya.
Padahal, menurut Global Risk Report 2025 yang diterbitkan oleh World Economic Forum (WEF), saat ini Indonesia tengah menghadapi tantangan yang semakin kompleks, dengan lima risiko utama yaitu dampak negatif teknologi kecerdasan buatan, perlambatan ekonomi, kemiskinan dan ketimpangan, cuaca ekstrim, serta krisis pangan.
Dalam menghadapi permasalahan yang kompleks tersebut, perbaikan tata kelola, manajemen risiko, dan kepatuhan bukan sekedar kewajiban administratif, tapi sesuatu yang memang dibutuhkan. ***
Related News

OJK: Pelaku Jasa Keuangan Ilegal, Terancam Penjara dan Denda Rp1T

Ini Daftar Terbaru Negara yang Bisa Transaksi dengan Layanan QRIS

Turunkan Utilisasi, Kemenperin Prihatinkan Pengetatan HGBT

Penuhi Sebagian Target APBN 2025, Pemerintah Lelang SBSN 19 Agustus

Kegiatan Operasional BI pada 18 Agustus Ditiadakan

Lelang SUN, Pemerintah Serap Rp32 Triliun Dari Permintaan Rp162T