EmitenNews.com -Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan likuiditas bursa karbon tidak akan secair perdagangan saham. "Jangan dipikir likuiditas akan persis seperti di saham karena ini bukan untuk spekulasi jual beli, ada keuntungan sesaat jual-beli, tidak. Jadi mungkin yang harus kita bedakan likuiditasnya, tolong jangan di benchmark dengan equity," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi di Jakarta, kemarin.

 

Oleh karena itu, dirinya menegaskan, likuiditas bursa karbon tidak bisa disamakan dengan likuiditas perdagangan efek. Adapun perdagangan bursa karbon pada hari kedua tercatat sepi apabila dibandingkan dengan hari perdana kemarin, Selasa (26/9).   Bursa Karbon Indonesia kemarin tidak mencatatkan transaksi sama sekali. Sementara itu, harga karbon pada pembukaan dan penutupan tidak mengalami perubahan, yakni pada Rp77.000 per unit karbon. 

 

Total pengguna jasa atau user bursa karbon juga tidak mengalami perubahan dari kemarin, yakni sebanyak 16 pengguna jasa.  Adapun pada perdagangan perdana kemarin, BEI mencatatkan volume perdagangan karbon perdana mencapai 459.953 ton unit karbon. Transaksi yang tercatat hingga penutupan adalah 27 kali transaksi.  Dengan nihilnya transaksi di bursa karbon di hari kedua, maka nama-nama perusahaan yang berperan sebagai pembeli unit karbon juga tidak berubah.  

 

Direktur Utama BEI, Iman Rachman menuturkan pihaknya belum mematok target volume transaksi karbon. Menurutnya, BEI sebagai penyelenggara bursa karbon masih menunggu dari SPE-GRK dan permintaan dari pengguna jasa untuk mematok target volume transaksi Bursa Karbon.  "Kita [Bursa Karbon] di pasar sekunder berbeda dengan IPO bursa efek melakukan primary market, sehingga kita bisa tahu volume. Kami bergantung terhadap SRN-PPI di KLHK," ucap Iman. 

 

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar optimistis Bursa Karbon Indonesia akan menjadi salah satu bursa karbon terbesar dan terpenting di dunia. Pasalnya, volume maupun keragaman unit karbon yang akan diperdagangkan cenderung lebih besar. 

 

Mahendra menyebut selain dari subsektor pembangkit tenaga listrik, perdagangan karbon juga akan diramaikan oleh sektor kehutanan, pertanian, limbah, minyak dan gas, industri umum, dan sektor kelautan.  Sebagai perbandingan, penjualan unit karbon di Bursa Karbon Malaysia (Bursa Carbon Exchange/BCX) pada saat perdagangan perdana tanggal 16 Maret 2023 lalu tercatat sebanyak 150.000 kredit karbon dari 15 perusahaan yang berpartisipasi sebagai pembeli. Transaksi perdana karbon tersebut terjadi setelah Bursa Karbon diluncurkan pada akhir 2022 lalu.

 

Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, bursa karbon menjadi jalan tengah yang dapat memberikan keseimbangan antara pertumbuhan industri dengan perlindungan lingkungan. Menurut Erick, dengan adanya bursa karbon, Indonesia dapat menggenjot industrialisasi sekaligus sanggup menekan emisi gas karbon (CO2) yang diproduksi.