EmitenNews.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis perkembangan transaksi Bursa Karbon tahun ini. Ada beberapa faktor bisa mendukung perkembangan Bursa Karbon tersebut. Peningkatan transaksi jumlah unit karbon menjadi salah satu faktor kunci, termasuk tambahan unit karbon dari skema karbon kredit atau SPEGRK, serta potensi penambahan unit karbon dari skema allowance.

Saat ini, OJK mencatat sudah banyak industri, termasuk industri umum, transportasi, perbankan, dan pertambangan, telah menetapkan target net zero. "Ini tentu butuh dukungan dari seluruh sektor industri untuk mencapai target net zero pemerintah," tutur Inarno Djajadi, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner pada Selasa (9/1/2024). 

Faktor perdagangan Bursa Karbon luar negeri juga diharapkan dapat segera direalisasikan, mengingat potensi Indonesia memiliki cadangan karbon dari sektor kehutanan dan kelautan. Inarno menekankan pentingnya penerapan pajak karbon dalam mendukung keseluruhan ekosistem perdagangan karbon.

Dalam upaya koordinasi, Inarno menjelaskan bahwa OJK terus berkoordinasi dengan Kementerian ESDM dan KLHK, di mana ESDM berperan sebagai penerbit dan KLHK sebagai regulator SRN PPI. Dia berharap agar sistem yang ada di Kementerian ESDM dengan SRN PPI dapat segera terintegrasi.

Hingga 29 Desember 2023, terdapat 46 pengguna jasa di Bursa Karbon yang telah mendapatkan izin per 30 November 2023. Inarno juga melaporkan adanya 41 pengguna jasa dengan total volume karbon mencapai 494.254 ton CO2e. 

Nilai akumulasi transaksi di Bursa Karbon mencapai Rp30,91 miliar, dengan rincian 30,38% transaksi di pasar reguler, 9,83% di pasar negosiasi, dan 59,79 persen di pasar lelang. Dengan semakin banyak industri yang mengadopsi target net zero emisi, potensi perdagangan Bursa Karbon di masa depan diperkirakan akan terus meningkat. (*)