EmitenNews.com - Serangan jantung menyebabkan nyawa Maura Magnalia Madyaratry (27) melayang, Selasa (25/1/2022) pukul 05.37 WIB. Putri sulung pasangan Nurul Arifin dan Mayong Suryo Laksono itu, meninggal dunia di usia muda, 27 tahun. Tamatan S2 dari Sydney University itu, kelahiran 20 September 1994. Kuat dugaan, perempuan cantik ini, kelelahan, kurang tidur. Selasa dini hari diketahui ia masih asyik berkomunikasi dengan teman-temannya.


Kepada pers, di rumah duka, kawasan Cinere, Kota Depok, Jawa Barat, sang ayah, Mayong Suryo Laksono didampingi sang istri Nurul Arifin mengungkapkan, putrinya Maura Magnalia Madyaratry meninggal setelah mengalami henti jantung. “Sebab penyakitnya adalah henti jantung.”


Meninggalnya Maura Magnalia Madyaratry di usia masih sangat produktif, perlu menjadi catatan tersendiri, terutama bagi kalangan muda, anak-anak milenial. Direktur Pencegahan Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan Cut Putri Ariane dalam situs resmi Kementerian Kesehatan, menyebutkan, Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi sebuah ancaman pada kelompok usia muda.


Menurut Cut Putri Ariane, saat ini tren PTM semakin meningkat, dan menjadi salah satu penyerap biaya terbesar dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Ia menjelaskan, jantung koroner merupakan penyakit penyebab kematian tertinggi, diikuti kanker, diabetes melitus dengan komplikasi. Lalu, ada tuberculosis, kemudian penyakit paru obstruktif kronis atau PPOK.


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dalam penelitiannya menunjukkan bahwa saat ini perkembangan PTM di Indonesia kian mengkhawatirkan. Pasalnya, peningkatan tren PTM diikuti oleh pergeseran pola penyakit. Jika dulu, penyakit jenis ini biasanya dialami oleh kelompok lanjut usia, saat ini mulai mengancam kelompok usia produktif, seperti putri pasangan artis politikus Nurul Arifin dan wartawan Mayong Suryo Laksono itu.


Bahayanya, karena ancaman ini, menurut Cut, akan berdampak besar bagi SDM dan perekonomian Indonesia ke depan. Karena, di tahun 2030-2040, Indonesia akan menghadapi bonus demografi, saat usia produktif jauh lebih banyak dibandingkan kelompok usia nonproduktif.


Apabila tren PTM usia muda terus naik, bisa dipastikan upaya Indonesia untuk menghasilkan generasi penerus bangsa yang sehat dan cerdas menuju Indonesia maju pada 2045, sulit tercapai.


Tingginya prevalensi PTM di Indonesia penyebabnya antara lain gaya hidup yang tidak sehat. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan, 95,5 persen masyarakat Indonesia kurang mengonsumsi sayur dan buah. Kemudian 33,5 persen masyarakat kurang aktivitas fisik, 29,3 persen masyarakat usia produktif merokok setiap hari, 31 persen mengalami obesitas sentral serta 21,8 persen terjadi obesitas pada dewasa.


Tidak banyak jalan keluar yang bisa dipilih, selain pentingnya perubahan gaya hidup. Kesadaran ini harus ditumbuhkan sedini mungkin sebagai investasi kesehatan masa depan, sebelum semuanya benar-benar terlambat.


Lainnya, pengendalian faktor risiko juga harus dilakukan sedini mungkin. Masyarakat harus memiliki kesadaran kesehatan agar tahu kondisi badannya, agar semakin mudah diobati sehingga tidak terlambat. Cut Putri Ariane menyarankan, jangan lupa deteksi dini. Orang sehat yang merasa dirinya tidak memiliki keluhan, belum tentu tetap sehat. Usahakan skrining minimal 6 bulan sampai 1 tahun sekali. ***