EmitenNews.com — Transisi referensi (benchmark) suku bunga global dari London Interbank  Offered Rate (LIBOR) ke referensi yang lebih kredibel serta penguatan referensi suku bunga di pasar domestik telah menjadi perhatian otoritas di berbagai negara, termasuk Indonesia. Untuk itu, pelaku pasar penting untuk memahami agenda reformasi referensi suku bunga (benchmark reform) ini dan antisipasi yang harus dilakukan. Demikian mengemuka dalam seminar internasional yang bertajuk "Best Practices and Lessons Learnt on LIBOR Transition in Developing a Robust and Credible Reference Rate" Senin (13/6) yang dilaksanakan secara hybrid di Jakarta. Seminar ini merupakan salah satu rangkaian side event Presidensi G-20 yang diselenggarakan secara sinergis antara Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Indonesian Foreign Exchange Market Committee (IFEMC).

 

Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, dalam Leader's Insight mengemukakan bahwa pasar keuangan yang kredibel penting untuk memastikan jalannya fungsi pasar dan stabilitas keuangan. Indonesia melalui National Working Group on Benchmark Reform (NWBGR) berupaya memperkuat kredibilitas referensi suku bunga pasca diskontinuitas LIBOR dengan penyediaan informasi secara intensif bagi pelaku pasar dan merekomendasikan suku bunga referensi alternatif di pasar domestik. Kita mengharapkan transisi yang lancar dalam perubahan referensi ini, sehingga memperkuat optimisme pemulihan bersama yang lebih kuat dan berkelanjutan.

 

Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, menyampaikan perubahan referensi suku bunga merupakan perspektif yang penting dalam proses pemulihan dan mencapai stabilitas ekonomi. Dari sisi pemerintah, referensi suku bunga berpengaruh dalam jangka panjang bagi strategi pembiayaan pemerintah guna pembangunan yang berkelanjutan. Dalam mengawalnya, koordinasi antar lembaga penting bagi stabilitas sektor keuangan maupun sektor riil.

 

Sementara itu terkait antisipasi di sektor jasa keuangan, sebagaimana keterangan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana yang disampaikan oleh Kepala Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung Herlianto dalam seminar tersebut, perbankan perlu mengambil langkah-langkah mitigasi potensi risiko terkait dengan diskontinuitas LIBOR ini. Langkah-langkah tersebut antara lain dengan mengidentifikasi besaran eksposur, berkomunikasi intensif dengan nasabah, mengidentifikasi potensi konsekuensi hukum dan perpajakan, mengelola potensi benturan kepentingan, menjajaki skema lindung nilai untuk kontrak yang terekspos risiko keuangan yang signifikan, mengelola risiko pasar dengan baik, dan menyiapkan infrastruktur IT yang diperlukan terkait perubahan sistem transisi LIBOR ini.

 

Ali Setiawan, Co-Chairman IFEMC, sebagai perwakilan pelaku pasar menyampaikan bahwa pelaku pasar telah melakukan berbagai persiapan dalam menghadapi transisi LIBOR, serta mendorong penggunaan IndONIA sebagai referensi suku bunga produk keuangan. Adapun Hendri Saparini - Anggota Kebijakan Moneter dan Sektor Keuangan KADIN, selaku perwakilan pelaku usaha menyambut baik inisiatif benchmark reform yang mendorong referensi suku bunga tidak mudah dimanipulasi dan kredibel. Pelaku usaha membutuhkan informasi suku bunga rujukan dalam mengevaluasi strategi pembiayaan dan penempatan dana maupun investasi.

 

Dalam diskusi, mengemuka berbagai langkah yang dilakukan otoritas global untuk mempersiapkan reformasi suku bunga dan proses transisi LIBOR agar dapat berjalan lancar. Langkah tersebut antara lain dilakukan International Organization of Securities Commissions (IOSCO) melalui penerbitan "IOSCO Principles for Financial Benchmark", sementara International Swaps and Derivatives Association (ISDA) melalui "ISDA 2020 IBOR Fallbacks Protocol". Kedua hal tersebut didukung pelaku pasar nasional, IFEMC, yang menyampaikan bahwa pelaku pasar telah melakukan berbagai persiapan dalam menghadapi transisi LIBOR, termasuk mendorong penggunaan IndONIA sebagai referensi suku bunga produk keuangan.

 

Di Indonesia sendiri, guna mengawal kelancaran proses transisi LIBOR oleh pelaku pasar domestik, BI bersama Kemenkeu, OJK dan IFEMC pada tanggal 23 November 2021 telah membentuk National Working Group on Benchmark Reform (NWGBR). NWGBR telah menerbitkan panduan (white paper) transisi LIBOR. Disamping itu dalam proses penguatan referensi suku bunga di pasar domestik, NWGBR telah mengukuhkan IndONIA sebagai referensi suku bunga tenor overnight dan akan melanjutkan proses penguatan referensi suku bunga tenor 1 minggu hingga 12 bulan dengan mengacu kepada pemilihan referensi suku bunga yang berlaku secara internasional.

 

Seminar berformat diskusi panel ini menyajikan dua subtema, yakni "International Best Practices and Lessons Learnt on LIBOR" dan "Domestic Benchmark Reform: Where we are and the way forward". Penyampaian seminar secara langsung antara lain oleh Direktur Eksekutif Departemen Pendalaman Pasar Keuangan BI, Donny Hutabarat, Kepala Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK, Anung Herlianto, Direktur Pinjaman dan Hibah Kementerian Keuangan, Syurkani Ishak Kasim, Co-Chairman IFEMC, Ali Setiawan, dan Anggota Kebijakan Moneter dan Sektor Keuangan KADIN, Hendri Saparini. Turut serta dalam diskusi sejumlah praktisi dan otoritas internasional antara lain Technical Specialist of Benchmark Policy IOSCO, Toby Williams, Head of Benchmark Reform ISDA, Ann Battle, Global Director of Sales Strategy & Execution Refinitiv at LSEG, David Rickard dan Executive Director of Monetary & Domestic Markets Management Monetary Authority of Singapore (MAS), Ethan Goh.