EmitenNews.com - Sinyal kenaikan cukai rokok pada 2022 telah dihembuskan Pemerintah. Itu untuk memenuhi target peningkatan pendapatan negara dari cukai 11,92 persen. Sebelumnya, pemerintah mematok pendapatan dari cukai Rp203,92 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022. Nilai tersebut meningkat 11,92 persen dari outlook APBN 2021 sebesar Rp182,2 triliun.

 

Target penerimaan ini akan dipenuhi dengan menaikkan tarif cukai rokok dan memperluas barang kena cukai (BKC). Salah satunya cukai produk plastik. "Cukai hasil tembakau (CHT) ada target kenaikan. Seperti biasa, kami nanti akan menjelaskan mengenai aturan CHT," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers nota keuangan dan RAPBN 2022, Senin (18/8).

 

Menanggapi itu, dua pelaku industri hasil tembakau terbesar Indonesia menyarankan pemerintah. Presiden Direktur PT Hanjaya Mandala Sampoerna (HMSP) Mindaugas Trumpaitis mengatakan pihaknya memahami kenaikan target pemerintah merupakan bagian dari upaya memulihkan ekonomi nasional. Namun, rencana ini perlu dilengkapi arah kebijakan yang tidak hanya membebankan cukai kepada industri hasil tembakau. 

 

Selain itu, menurut dia, pemerintah perlu melanjutkan reformasi kebijakan struktur cukai untuk meningkatkan produktivitas dari kenaikan pajak yang mengalami penurunan signifikan dibandingkan beberapa tahun belakangan. "Hal ini terutama untuk cukai rokok buatan mesin," kata Mindaugas dalam paparan publik, Kamis (9/9).

 

Mindaugas berharap pemerintah tidak menaikan cukai dan harga jual eceran pada 2022 untuk segmen sigaret kretek tangan (SKT) yang padat karya. Tanpa kenaikan cukai pada segmen tersebut, Sampoerna yakin mampu mendorong daya saing SKT terhadap rokok mesin. Selain padat karya, Mindaugas mengatakan segmen SKT didominasi tenaga kerja perempuan yang sangat rentan ketika industri tertekan. 

 

"Oleh karenanya, kebijakan perlindungan segmen SKT sangat penting untuk dipertahankan tahun depan," katanya. Mindaugas berharap kenaikan cukai pada 2022 sifatnya moderat karena dinilai bisa mendukung keberlanjutan industri dan memberikan ruang untuk pulih dari dampak pandemi Covid-19. Ia memperkirakan kenaikan cukai yang berlebihan pada situasi ekonomi saat ini dapat memicu peningkatan permintaan dan kehadiran rokok ilegal. 

 

"Sampoerna berharap pada 2022, pemerintah mengembalikan peta jalan kebijakan cukai tahun jamak (multiyears) sehingga dapat menciptakan lingkungan bisnis yang lebih dapat diprediksi dan membantu menarik lebih banyak investasi," katanya. 

 

Mindaugas mengatakan dalam tiga tahun terakhir telah terjadi akselerasi downtrading, dimana perokok dewasa beralih ke produk dengan cukai dan harga lebih murah. Hal ini menyebabkan kinerja pangsa pasar Sampoerna pada semester I- 2021 mengalami penurunan sebesar dari 29,3 persen menjadi 28 persen. Akselerasi downtrading ini didorong oleh selisih tarif cukai rokok mesin antara golongan 1 dan golongan 2 yang semakin besar, mencapai 40%. Kondisi ini menyebabkan penurunan penjualan di pabrikan golongan 1 yang membayar tarif cukai tertinggi. Sehingga, Sampoerna menilai penerimaan negara dari cukai menjadi tidak optimal. Menurut dia, pemerintah dapat mengoptimalkan penerimaan cukai dan mengatasi akselerasi tren downtrading pada rokok mesin, salah satunya dengan memperkecil selisih tarif cukai cukai rokok mesin golongan 1 dan 2. 

 

"Serta melanjutkan rencana penggabungan batasan produksi untuk sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) seperti awalnya akan diterapkan pada 2019,” kata Mindaugas.