EmitenNews.com—Pemerintah memperpanjang kebijakan pungutan ekspor produk minyak kelapa sawit (CPO) sebesar 0% hingga 31 Oktober, yang disebut sebagai upaya menopang harga tandan buah segar (TBS) sawit di tingkat petani.

 

Hal tersebut diungkapkan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Rabu (24/8), dalam rapat di DPR. Seperti diketahui, pemerintah membebaskan pungutan ekspor minyak sawit dari pertengahan Juli dan kebijakan itu akan berjalan hingga akhir Agustus ini. Artinya, jika tak diperpanjang, pungutan ekspor maksimum USD240 per ton berlaku pada bulan September.

 

Menurut Zulkifli, keputusan memperpanjang pungutan 0% diambil untuk membantu mendorong ekspor minyak sawit dan menopang harga buah sawit bagi petani.

 

Sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia, Indonesia sedang berjuang mengatasi penuhnya stok CPO menyusul larangan ekspor yang diberlakukan hanya 3 pekan pada bulan Mei, menyusul kelangkaan minyak goreng di pasar domestik.

 

Meskipun larangan ekspor tak lama, dan pemerintah telah mengubah kebijakan pajak, ekspor sejauh ini tetap lambat, sehingga tangki penyimpanan mendekati kapasitas dan harga turun.

 

Data terakhir Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menunjukkan persediaan mencapai 6,68 juta ton pada akhir Juni, dibandingkan dengan sekitar 4 juta ton pada akhir 2021.

 

"Kita harus mendorong ekspor dengan tetap menjaga keseimbangan pasokan dalam negeri," kata pejabat senior Kementerian Perdagangan Syailendra kepada Reuters secara terpisah, seraya menambahkan bahwa peraturan Kementerian Keuangan akan dikeluarkan dengan rincian kebijakan terbaru.

 

Pemerintah melakukan pungutan ekspor, selain pajak ekspor terpisah, untuk mendanai subsidi biodiesel dan program penanaman kembali petani kecil.

 

Awal bulan ini, Kementerian Keuangan mengeluarkan peraturan baru yang menurunkan ambang batas penerapan pajak ekspor minyak sawit mentah menjadi harga acuan USD680 per ton, turun dari sebelumnya USD750 per ton.