Pemerintah Siapkan Deregulasi NTMs, Respon Kebijakan Tarif AS

Merespon kebijakan tarif resiprokal AS, pemerintah Indonesia memutuskan melakukan berbagai langkah strategis. Salah satunya menyiapkan Deregulasi Non-Tariff Measures (NTMs) melalui Relaksasi TKDN sektor ICT dari ASff
EmitenNews.com - Merespon kebijakan tarif resiprokal AS, pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk melakukan berbagai langkah strategis. Di antaranya melalui jalur negosiasi dengan mempertimbangkan AS sebagai mitra strategis.
Salah satu jalur negosiasi tersebut yakni melalui revitalisasi Perjanjian Kerjasama Perdagangan dan Investasi (TIFA).
"Pemerintah juga akan melakukan Deregulasi Non-Tariff Measures (NTMs) melalui Relaksasi TKDN sektor ICT dari AS (GE, Apple, Oracle, dan Microsoft), serta Evaluasi Lartas (Import License), hingga Percepatan Halal," ungkap Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia, Selasa (8/04).
Di samping itu, Pemerintah juga akan melakukan balancing terhadap Neraca Perdagangan dengan AS melalui pembelian produk agriculture dari AS seperti Soya Bean, pembelian peralatan engineering, pembelian LPG, LNG, dan Migas oleh Pertamina.
"Langkah selanjutnya, Pemerintah juga menyiapkan Insentif Fiskal atau Non-Fiskal, untuk mendorong impor dari AS dan menjaga daya saing ekspor ke AS," sambungnya.
Sebelumnya, Pemerintah juga telah melakukan negosiasi melalui pertemuan antara KBRI dengan USTR dan melakukan sosialisasi dan menjaring masukan masyarakat dengan melibatkan asosiasi pelaku usaha.
Menko Airlangga menambahkan bahwa risiko ketidakpastian ekonomi global di tahun 2025 cenderung tinggi dan berasal dari instabilitas geopolitik, proteksionisme negara maju yang memengaruhi rantai pasok dan perdagangan global, serta pengetatan kebijakan moneter untuk mengatasi inflasi yang masih tinggi. Kondisi tersebut juga kian diwarnai dengan kebijakan Tarif Resiprokal yang dikeluarkan Amerika Serikat.
Pasca penyampaian kebijakan tarif resiprokal tersebut, sejumlah dampak timbul mulai dari gejolak pasar keuangan ekonomi global yang ditandai fluktuasi bursa saham dunia dan pelemahan mata uang emerging markets, terganggunya perdagangan dunia yang ditandai dengan terganggunya rantai pasok global dan penurunan volume perdagangan dunia sehingga menekan harga komoditas global seperti Crued Oil dan Brent, serta perlambatan ekonomi kawasan dan dunia yang ditandai dengan penurunan konsumsi global dan penundaan investasi perusahaan.(*)
Related News

Ace Medical Products Indonesia Investasi Rp1,7 Triliun di KITB Jateng

Perluas Pasar, KBRI Amman Dorong Pelaku Ekspor UMKM Masuk Yordania

Tarif Baru Royalti Minerba Sudah Keluar, Bahlil Ungkap Masa Transisi

Semarak Penerbitan Surat Utang Korporasi, Pefindo Catat Rp46,7 Triliun

Keyakinan Konsumen Terjaga, IKK Maret 202 di Level 121,1

Trisula Textile (BELL) Sepakat Tebar Dividen Rp5M