EmitenNews.com - Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menuntut keadilan atas pengelolaan sumberdaya alam. Gubernur Erzaldi Rosman menilai royalti 3 persen hasil tambang timah yang dikucurkan PT Timah Tbk (TINS) selama ini masih terlalu kecil. Tidak sebanding dengan masa eksploitasi yang berlangsung sejak ratusan tahun lalu. Pemprov meminta kenaikan royalti atas operasional BUMN timah, yang telah menyebabkan lahan kritis di daerahnya itu.

 

Dalam keterangannya yang dikutip Jumat (9/4/2021), Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman mengatakan, pihaknya mengharapkan Pemerintah Indonesia  memberikan saham sebesar 14 persen dan tambahan royalti. Permintaan bagi hasil kekayaan alam tersebut juga telah disampaikan gubernur saat hearing dengan Komisi VII DPR RI di Gedung Nusantara I, Rabu (7/4/2021).

 

Erzaldi menilai, wajar jika masyarakat Kepulauan Bangka Belitung meminta lebih, karena setidaknya 350 tahun kekayaan alam mereka dikeruk. Namun yang didapatkan daerah kurang sebanding. Erzaldi atas nama masyarakat meminta royalti dari PT Timah Tbk dinaikkan dari saat ini hanya 3 persen menjadi 10 persen. Pemprov Babel juga meminta kepemilikan saham 14 persen dari emiten tambang berkode TINS itu.

 

"Bayangkan saja, lahan kritis akibat aktivitas penambangan timah di Babel, 16,93 persen atau 278.000 hektare. Salah satu pemicu musibah banjir, tanah longsor dan imbasnya, mengakibatkan rusaknya infrastruktur jalan, jembatan, permukiman, dan lahan pertanian," ujar mantan Bupati Bangka Tengah itu.

 

Dengan kekayaan alam melimpah, Babel, yang memiliki tambang bijih timah terbesar di Indonesia, kata Erzaldi, seharusnya kaya dan sejahtera. Namun kenyataannya, daerahnya bergumul dengan permasalahan bencana alam dan konflik sosial. Ironisnya lagi, Pemprov Babel tidak tercatat sebagai pemegang saham, dan karena itulah, tidak memiliki hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham PT Timah Tbk. 

 

Menanggapi permintaan Gubernur Erzaldi Rosman itu, anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Patijaya mengatakan PT Timah bisa menerapkan royalti berjenjang. Misalnya, harga pokok produksi USD18.000. Jika harga di atas angka tersebut, jelas PT Timah sudah mendapatkan keuntungan, sehingga bisa saja dinaikkan 10 persen royaltinya, seperti diminta Pemprov Babel tersebut.

 

Dalam keterangannya beberapa waktu lalu, Kepala Bidang Komunikasi PT Timah Anggi Siahaan mengatakan, besaran royalti dan saham sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Selaku badan usaha, kata dia, PT Timah hanya sebagai pelaksana regulasi yang sudah ada.

 

Sebelumnya Direktur Keuangan PT Timah Tbk Wibisono, di Pangkalpinang, Rabu (24/3/2021), mengungkapkan, pihaknya telah mengucurkan Rp19,12 miliar untuk pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) selama tahun 2020. Alokasi pembiayaan tercantum dalam program kemitraan Corporate Social Responsibility (CSR) itu, dikenal juga dengan istilah pinjaman lunak karena menerapkan suku bunga sangat rendah. Program CSR dilaksanakan secara berkelanjutan dengan harapan dapat menggerakkan ekonomi masyarakat sekitar tambang. 

 

Program kemitraan ini diberikan dalam bentuk pinjaman (dana bergulir) untuk membiayai modal kerja atau pembelian aktiva tetap. Bantuan ini tersebar di berbagai wilayah. Total anggaran untuk CSR yang dikucurkan mencapai Rp59,58 miliar. Selain untuk program kemitraan, juga ada Program Bina Lingkungan Rp8,70 miliar dan Rp31,76 miliar untuk Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM). Melalui CSR ini, kata Wibisono, perusahaan dapat menjembatani kegiatan ekonomi yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat. ***