EmitenNews.com - PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) mengoptimalkan bisnis hilirisasinya. Emiten perkebunan, dan industri kelapa sawit ini, memanfaatkan momen harga yang relatif bagus pada awal tahun dan akan memasuki musim panen dengan menjual crude palm oil (CPO) prioritas ke hilirisasi SSMS yaitu PT Citra Borneo Utama (CBU). SSMS menyambut tantangan pemerintah untuk terus mengembangkan hilirisasi industri dalam meraup devisa negara.


“Saat ini permintaan terhadap produk-produk CBU setiap tahun semakin meningkat,” kata Chief Financial Officer (CFO) SSMS, Hartono Jap kepada EmitenNews.com, Rabu (29/9/2021). 


Seperti diketahui emiten berkode saham SSMS itu, memiliki bisnis penghiliran atau refinery, melalui anak usahanya, PT Citra Borneo Utama (CBU). SSMS menguasai 32 persen saham CBU, perseroan yang mengolah Crude Palm Oil (CPO), menjadi olein dan stearin. Lainnya, produk Biodiesel dan Glycerin lewat PT Citra Borneo Energy (CBE), dan PT Citra Borneo Chemical (CBC), nantinya menghasilkan fatty acids, fatty alcohol dan produk oleochemical, dan lain sebagainya. Produksi massalnya berupa minyak goreng kemasan, bahan plastik, biodiesel, bahan baku obat-obatan, kosmetika dan lain sebagainya.


Menurut Hartono Jap, CBU diarahkan pada pengujian sertifikasi standar prinsip-prinsip keberlanjutan untuk memenuhi standarisasi internasional mengenai bisnis berkelanjutan. Dengan sertifikasi pemenuhan prinsip keberlanjutan CBU itu, seluruh rangkaian proses bisnis baik dari pemasok (supply chain) maupun produk yang dihasilkan telah memenuhi proses standarisasi internasional.


Itu pilihan masuk akal. Karena menurut Sekretaris Perusahaan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk, Swasti Kartikaningtyas, salah satu strategi penjualan perseroan pada tahun ini dengan menyalurkan sebagian besar CPO ke sektor bisnis hilir perseroan. Karena selain tidak dikenakan bea keluar sawit, hasil penjualan produk penghiliran mempunyai harga tinggi. Dengan strategi bisnis seperti itu, akan meningkatkan pertumbuhan penjualan dan penguatan grup perseroan.


“Pengurangan bea keluar dapat berdampak positif untuk peningkatan ekspor CPO, yang secara otomatis juga akan meningkatkan devisa negara,” ujar Swasti Kartikaningtyas.


Menurut Swasti, produksi CBU mayoritas dijual ke luar negeri. Bukan kebetulan kalau permintaan produk dari CBU semakin besar setiap tahun. Salah satunya melalui perjanjian kerja sama jual-beli dengan perusahaan asal China. Perjanjian jual beli antara PT Citra Borneo Utama (CBU) dan Grand Resources Group Pte, Ltd., itu dalam penyediaan produk turunan kelapa sawit, yakni Stearin dan Olein.


Penandatanganan kerja sama ini dilakukan oleh Monica Putri Rasyid, Marketing Deputy Director CBU, dan dari GRGS oleh Robert Xiu Qiang, dengan nilai kontrak awal USD10 juta. Penandatanganan MoU dilaksanakan 12 Mei 2021 secara virtual di antara 2 negara Indonesia dan Singapura, disaksikan CEO PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk., Vallauthan Subraminam, dan Direktur CBU Balakrisnan Naidu.


Monica Putri Rasyid menyatakan, tujuan kerja sama itu untuk memastikan rencana penyediaan stearin dan olein. Dengan begitu GRGS mendapatkan keuntungan dalam mendapatkan supply tetap stearin dan olein, produk yang terbilang masih langka di pasaran dunia. Sedangkan CBU mendapatkan keuntungan dengan adanya pembeli tetap.


Kerja sama tersebut, menurut Monica, menjadi tonggak penting bagi CBU dalam mengembangkan bisnis serta kualitas setiap produk yang dihasilkan. “Ini menjadi milestone penting bagi kedua belah pihak. Diharapkan setelah penandatanganan ini dapat dilanjutkan dengan kerja sama yang saling menguntungkan dan dapat dikembangkan terus di kemudian hari."


Seperti diketahui Presiden Joko Widodo mendorong hilirisasi industri, untuk memperoleh nilai tambah, dan mendatangkan devisa. Di depan para investor Eropa, Selasa (21/9/2021), Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menegaskan upaya Indonesia yang tengah mendorong hilirisasi industri lewat investasi.


"Indonesia hari ini masuk pada fase, dalam investasi mulai terjadi pergeseran. Dulunya kami ekspor bahan baku, sekarang kami mulai mendorong hilirisasi industri," kata Bahli Lahadalia dalam Investment Dialogue on the "Post Pandemic Economic Recovery: Attracting Investment through Structural Reform" yang digelar daring oleh Eurocham dan Kementerian Investasi/BKPM.


Bahlil menuturkan Indonesia kini tak ingin membangun dengan pola-pola lama. Pemerintah kini mendorong hilirisasi seluruh sumber daya alam, termasuk pengembangan industri baterai kendaraan listrik dan kendaraan listriknya. Hal itu pun sejalan dengan tren global untuk meninggalkan bahan bakar fosil yang tidak ramah lingkungan. "Indonesia tengah mencanangkan pembangunan hilirisasi industri nikel ke arah baterai listrik terintegrasi."


Pemerintah telah mengantongi investasi senilai USD9,8 miliar (setara Rp142 triliun) untuk pengembangan industri baterai kendaraan listrik secara terintegrasi dari Korea Selatan. Rabu (15/9/2021), tahap pertama investasi asal Negeri Ginseng itu mulai terealisasi dengan dibangunnya pabrik battery cell senilai USD1,1 miliar di Karawang, Jawa Barat, yang peresmiannya oleh Presiden Jokowi. ***