EmitenNews.com -  Bank Indonesia telah melakukan beberapa langkah dalam mendukung percepatan transformasi digital di Indonesia. Di antaranya, menerbitkan BSPI 2025 untuk menavigasi upaya reformasi struktural perekonomian Indonesia menuju transformasi digital. Lainnya, meluncurkan standarisasi nasional di sistem pembayaran berupa QRIS dan SNAP.


Berikutnya, mempersiapkan inovasi digital sistem pembayaran ritel dalam mewujudkan layanan sistem pembayaran yang cepat mudah murah andal melalui BI-FAST. Lalu, melakukan reformasi pengaturan pada sistem pembayaran, dan meningkatkan pelayanan program pemerintah melalui elektronifikasi penyaluran dana bansos.


Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan hal tersebut pada acara pembukaan Indonesia Fintech Summit (IFS) 2021 yang digelar secara hybrid dari Nusa Dua, Bali, Sabtu (11/12/2021). Gubernur Sentral menjadi pembicara selain Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso dipandu oleh Pandu Patria Sjahrir.


Perry Warjiyo mengemukakan, dalam mempercepat transformasi digital, terdapat beberapa syarat untuk mendukung ekosistem digital yang terus berkembang. Pertama, keberadaan infrastruktur dan konektivitas digital. Kedua, interkoneksi fintech dengan bank dan e-commerce. Ketiga, reformasi pengaturan sistem pembayaran, dan keempat, peningkatan literasi keuangan.


“Untuk mengoptimalkan manfaat, Fintech tidak bisa sendirian. Harus ada sinergi dengan Digital Banking dan e-Commerce yang potensi pasarnya besar untuk tumbuh optimal,” katanya.


Menurut Perry Warjiyo, agenda prioritas jalur keuangan dalam Presidensi G20 yang relevan dengan tugas BI antara lain normalisasi kebijakan moneter, penguatan digitalisasi sistem pembayaran, dan peningkatan sistem keuangan yang inklusif.


Bank Indonesia bersama Kementerian Keuangan sebagai pengampu jalur keuangan di G20, mendorong showcasing kesuksesan Indonesia di dalam G20 melalui kolaborasi dengan industri termasuk fintech untuk mendesain pertemuan dan webinar yang mendukung agenda prioritas jalur keuangan dalam presidensi G20.


Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyatakan bahwa untuk mengoptimalkan berkah fintech, kebijakan OJK mengakomodasi pengembangan inovasi industri ini. Produk-produk keuangan yang dulu hanya dapat dikeluarkan oleh lembaga keuangan, saat ini dapat dikeluarkan oleh lembaga-lembaga non-keuangan seperti fintech. Fintech yang berbasis teknologi digital bahkan mampu memperluas jangkauan layanan keuangan yang selama ini terkendala faktor geografis.


Wimboh Santoso mengungkapkan, Indonesia menjadi salah satu negara dengan potensi transaksi digital terbesar yaitu USD124 miliar. OJK mendorong sektor non-bank seperti fintech dan non-finansial seperti agrikultur, properti, kesehatan, hingga pendidikan untuk terintegrasi dalam satu ekosistem finansial. “Recover Together, Recover Stronger.”


Dalam mengoptimalisasi berkah atau dampak positif fintech Indonesia, edukasi untuk tujuan peningkatan literasi masyarakat tetap menjadi hal yang kritikal. Dalam pandangan Wimboh Santoso, belum semua anggota masyarakat memahami apakah produk-produk keuangan sesuai kebutuhan mereka atau tidak, legal atau ilegal, bagaimana melindungi data pribadi, hingga pemahaman terhadap suku bunga, keamanan siber, serta keseriusan dalam penegakan hukumnya.


Wimboh juga mengungkap pernyataan menarik tentang perlunya regulasi lengkap yang tidak hanya dari sektor finansial, namun antar pemangku kebijakan. Sebab, kata dia, enabler-nya banyak. Ada Robotic Process Automation, distribusi, konektivitas 5G, komputasi cloud, Internet of Things, Big Data Analytic, hingga Kecerdasan Artifisial.


“Ini sebuah revolusi yang luar biasa yang membuat kami, OJK, optimistis akan mendukung terwujudnya visi Indonesia Emas 2045,” katanya. ***