EmitenNews.com - Otoritas Jasa Keuangan memperkuat kelembagaan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR Syariah. Itu dilakukan dengan menerbitkan peraturan untuk mengakselerasi penguatan aspek kelembagaan industri BPR, dan BPR Syariah, sesuai amanat Undang Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

Dalam keterangannya yang dikutip Minggu (19/5/2024), Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengungkapkan, ketentuan tersebut penting karena akan mengubah lanskap industri BPR dan BPR Syariah dalam menghadapi tantangan dan persaingan di masa mendatang. 

“Penerbitan Peraturan OJK ini serta upaya penguatan yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap BPR atau BPR Syariah,” kata Dian Ediana Rae di Jakarta, kemarin.

Yang dimaksudkannya, berupa Peraturan OJK Nomor 7 Tahun 2024 tentang BPR dan BPR Syariah. Tujuannya, mendorong agar BPR dan BPR Syariah dapat bertumbuh dan berkembang menjadi lembaga keuangan yang berintegritas, adaptif, dan berdaya saing.

Dalam operasionalisasinya, BPR dan BPR Syariah juga diharapkan mampu berkontribusi dalam menyediakan layanan keuangan kepada masyarakat terutama pelaku usaha mikro dan kecil di wilayahnya.

POJK itu merupakan upaya OJK untuk terus meningkatkan pengawasan secara optimal karena berdasarkan hasil pengawasan, OJK menemukan beberapa kelemahan struktural termasuk fraud. Karena pelanggaran itu,BPR atau BPR Syariah tersebut harus ditutup demi penyehatan sistem perbankan dan perlindungan terhadap konsumen.

Penting diketahui, POJK yang berlaku sejak diundangkan pada 30 April 2024 itu, mengatur aspek kelembagaan BPR atau BPR Syariah. Mulai dari pendirian, kepemilikan, kepengurusan, jaringan kantor, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan, hingga pencabutan izin usaha atas permintaan pemegang saham.

POJK itu memuat sejumlah kebijakan strategis dalam rangka mengakselerasi penguatan aspek kelembagaan industri BPR dan BPR Syariah antara lain kesempatan bagi BPR dan BPR Syariah untuk memperluas akses permodalan melalui aksi penawaran umum efek melalui pasar modal.

Peraturan OJK itu mengatur tentang kebijakan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan termasuk kewajiban konsolidasi bagi BPR dan BPR Syariah yang berada dalam kepemilikan pemegang saham pengendali yang sama.

Peraturan OJK diharapkan mendorong penguatan daya saing

Dengan kebijakan tersebut diharapkan dapat secara cepat memperkuat permodalan, memastikan kecukupan infrastruktur teknologi informasi, memperkuat tools penerapan manajemen risiko dan tata kelola, sehingga dapat mendorong penguatan daya saing industri BPR dan BPR Syariah.

Peraturan itu juga mendorong efisiensi lembaga jasa keuangan yang memperkenankan lembaga keuangan mikro untuk melakukan aksi penggabungan dengan BPR atau BPR syariah; dan penyempurnaan aspek kelembagaan lain seperti jaringan kantor untuk mengakomodir arah pengembangan dan penguatan BPR dan BPR Syariah.

Kewajiban konsolidasi bagi BPR atau BPR Syariah grup tersebut wajib diselesaikan paling lama dua tahun sejak POJK ini berlaku bagi BPR atau BPR syariah nonpemerintah daerah. Paling lama tiga tahun sejak POJK ini berlaku bagi BPR atau BPR syariah milik pemerintah daerah.

Harapannya, POJK itu dapat meningkatkan level of playing field BPR dan BPR syariah serta memperkuat kapasitas permodalan industri BPR dan BPR syariah.

OJK meyakini kebijakan konsolidasi BPR dan BPR syariah dapat menjadikan industri lebih efisien dan semakin berkontribusi bagi perekonomian dan masyarakat.

Satu hal, untuk diketahui, menurut OJK, BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Penting diketahui pula, kegiatan BPR jauh lebih sempit, teruatam jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum karena BPR dilarang menerima simpanan giro, kegiatan valas, dan perasuransian. ***