EmitenNews.com - Beban industri makanan dan minuman di Tanah Air, bertambah dengan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen, mulai 1 Januari 2025. Kenaikan PPN berpengaruh kepada margin produksi secara keseluruhan. Mulai dari packaging, bahan-bahan hingga bahan tambahan. Akibatnya, mempengaruhi kenaikan harga jual makanan dan minuman kemasan. 

Dalam keterangannya kepada pers, Kamis (19/12/2024), Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman menyatakan, dengan kenaikan PPN jadi 12 persen, di tingkat konsumen itu ada kenaikan harga sekitar 2-3 persen.

Kenaikan PPN berpengaruh kepada margin produksi secara keseluruhan, mulai dari packaging, bahan-bahan hingga bahan tambahan. Nantinya akan mempengaruhi kenaikan harga jual makanan dan minuman kemasan.

Adhi menyebutkan, para pengusaha makanan dan minuman khawatir nantinya dampak kenaikan PPN bakal memicu penurunan penjualan produk makanan dan minuman. Meski belum dapat memperhitungkan berapa potensi penurunan penjualan, tetapi Adhi mengingatkan kenaikan PPN terjadi di tengah daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih. 

Bahkan, daya beli kelas bawah belum pulih, meski pemerintah memberikan sejumlah insentif seiring kenaikan PPN. 

Di sisi lain, kenaikan upah minimum yang berlaku mulai awal 2025 menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku usaha makanan dan minuman. 

Namun, menurut Adhi, ada sedikit kabar baik karena penerapan PPN di awal tahun depan berdekatan dengan masa Ramadhan dan Idul Fitri. 2024.

Menjelang puasa, dan Lebaran mungkin tidak terlihat penurunan (penjualan) karena memang kebutuhan dan konsumen memaksakan untuk tetap belanja. 

"Saya kira untuk pangan-pangan yang pokok mungkin konsumen tetap memaksakan untuk membeli tapi untuk pangan sekunder, tersier yang bukan menjadi kebutuhan pokok ini yang kita agak khawatirkan," katanya. 

Setelah pengumuman kenaikan PPN, Adhi menyebut Gapmmi sudah berkomunikasi dengan pemerintah. Mereka menyampaikan kekhawatiran yang dirasakan pengusaha makanan dan minuman, termasuk soal kondisi, semakin banyak pengusaha yang saat ini melakukan efisiensi produksi dengan cara otomasi. 

Sampai di sini, Gapmmi berharap pemeru.intah bisa meninjau bahkan membatalkan kenaikan PPN terhadap produk pangan yang dibutuhkan masyarakat. 

"Kita tetap berharap pemerintah bisa mereview kembali, apakah itu membatalkan atau untuk produk-produk pangan yang memang dibutuhkan oleh masyarakat ini bisa ditinjau kembali," tutur Adhi. 

Berkaca dari negara tetangga yang justru menurunkan PPN, menurut Adhi, pemerintah mestinya bisa menempuh kebijakan itu.

"Karena negara-negara tetangga kita malah menurunkan PPN, kenapa pemerintah memaksakan untuk menaikkan PPN di tengah situasi yang tidak kondusif ?" tambahnya.

GAPMMI juga berharap pemerintah meninjau ulang berbagai regulasi yang membebani biaya produksi. Adhi menyebut pengusaha makanan dan minuman berharap ada kompensasi jika pemerintah tetap memaksakan kenaikan PPN. 

Seperti diketahui pemerintah telah menetapkan kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, kebijakan ini merupakan bagian dari upaya meningkatkan penerimaan negara guna mendukung stabilitas ekonomi nasional. ***