EmitenNews.com - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Cipta Kerja mengatur masalah pekerja kontrak. Dalam aturan yang diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat (30/12/2022), ketentuan terkait Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak salah satunya tertuang pada Pasal 59 yang telah diubah. Ayat 1: PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu.


Pekerjaan yang dimaksud sebagai berikut:

  1. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
  2. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama;
  3. pekerjaan yang bersifat musiman;
  4. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan; atau
  5. pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap.

 

Ayat 2 kembali menegaskan, PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu PKWT diatur dalam Peraturan Pemerintah.


Dalam Perppu Cipta Kerja juga mengubah Pasal 61. Misalnya di ayat 1 disebutkan bahwa perjanjian Kerja berakhir apabila:

  1. Pekerja/Buruh meninggal dunia;
  2. Berakhirnya jangka waktu Perjanjian Kerja
  3. Selesainya suatu pekerjaan tertentu;
  4. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan lembaga penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
  5. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya Hubungan Kerja.

 

Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah. Pasal 61 ayat 3: Dalam hal terjadi pengalihan Perusahaan, hak-hak Pekerja/Buruh menjadi tanggung jawab Pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak Pekerja/Buruh."


Ayat 5: dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan atau hak-hak yang telah diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.


Sejauh ini, penerbitan Perppu Cipta Kerja itu, sukses menuai kritik dari sejumlah pihak. Salah satunya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengkritik penerbitan Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang ditandatangani Presiden Joko Widodo, Jumat (30/12/2022) itu, sebagai pembangkangan terhadap konstitusi. Kepada pers, Sabtu (31/12/2022), Ketua KontraS Fatia Maulidiyanti, mengatakan, Perppu terhadap UU Cipta Kerja ini merupakan pembangkangan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK).


Seperti kita tahu MK dalam putusannya No.91/PUU-XVIII/2020 menyatakan Undang-Undang No.11/2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat apabila tidak diperbaiki dalam waktu dua tahun pasca putusan itu dibacakan. Pembentukan UU Cipta Kerja dianggap cacat formil karena tidak sesuai dengan aturan pembentukan perundang-undangan.


Dalam pandangan KontraS, Perppu Cipta Kerja oleh pemerintah itu, menihilkan peran MK sebagai bagian dari kekuasaan yudikatif dan perannya sebagai penjaga konstitusi. Hal itu juga bertentangan dengan ucapan pemerintah, Februari 2022, melalui Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly yang menyampaikan akan mematuhi putusan MK.


Dengan semangat itu, Fatia mendesak Presiden membatalkan Perppu No. 2 Tahun 2022 terkait UU Cipta Kerja dan DPR RI untuk tidak menyetujui langkah Presiden dalam menerbitkan Perppu No. 2 Tahun 2022 terkait UU Cipta Kerja. ***